Pemerintah Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, menyerahkan peta usulan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dan Perhutanan Sosial kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Selasa (3/10) di Hotel Ibis Slipi, Jakarta. Peta tersebut sebagai referensi menjalankan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial di Kabupaten Sigi.
Bupati Sigi Muhammad Irwan Lapatta mengatakan, dokumen usulan objek Reforma Agraria tersebut merupakan tahap pertama hasil identifikasi objek Reforma Agraria dan pemetaan partisipatif pada 64 desa di 14 kecamatan di Sigi yang dilakukan sejak Mei 2017 lalu.
Anggota Gugus Tugas Reforma Agraria Kabupaten Sigi, Amran Tambaru, mengatakan, total luas areal kawasan hutan yang diajukan seluas 137.274 hektar, terdiri dari 78.320 hektar Tanah Obyek Reforma Agraria, 151.741 hektar untuk Perhutanan Sosial di Hutan adat dan hutan desa, sementara sisanya merupakan objek TORA di luar kawasan hutan.
“Karena dipetakan dan diidentifikasi oleh warga, luas yang diusulkan itu sesuai dengan kebutuhan,” kata Amran di Sigi, seperti dikutip Kompas, Senin (16/10).
Amran menjelaskan, tanah reforma agraria merupakan lahan hak guna usaha perusahaan yang sudah lama dikelola. Sementara untuk skema Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dalam kawasan hutan yakni pelepasan kawasan hutan mengakomodir kebun warga yang berada dikawasan konservasi Taman Nasional Lore Lindu. Areal yang diusulkan adalah kebun yang dikelola warga sebelum penetapan menjadi taman nasional pada 1993.
Amran menyatakan, usulan tersebut belum merinci jenis perhutanan sosial yang diinginkan masyarakat. Penentuan jenis akan dilakukan saat usulan mulai diproses Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jenis perhutanan sosial antara lain hutan desa, hutan adat, dan hutan kemasyarakatan.
Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla mengalokasikan 12,7 juta hektar obyek reforma agraria dan perhutanan sosial. Hal itu ditargetkan rampung pada 2019. SulTeng mendapat alokasi seluas 100.000 hektar untuk perhutanan sosial. Sedangkan tanah obyek reforma agraria belum terindentifikasi.
Lewat mekanisme perhutanan sosial, masyarakat diberi akses mengelola hutan demi peningkatan kesejahteraan. Dalam konteks reforma agraria, masyarakat diberi tanah atau lahan untuk menjadi milik Kemitraan.
Di SulTeng, perhutanan sosial mulai terwujud berupa hutan desa di Desa Lampo, Kabupaten Donggala, dan Desa Kajulangko, Kabupaten Tojo Una-una. Selain berupa hutan desa, hutan adat juga terealisasi untuk komunitas adat Wana Posangke di Kabupaten Morowali Utara.
Dikutip dari Kompas.com dan sumber lainnya.
Add Comment