Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) melakukan kegiatan Pelatihan Pengumpulan Data Sosial-Spasial di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo. Kegiatan yang dilakukan pada 14 – 16 Juni 2023 ini melibatkan kelompok organisasi masyarakat GempaDewa (Gerakan Masyarakat Peduli Alam Wadas) yang menolak rencana pertambangan batu andesit di Wadas. Organisasi ini terdiri dari kelompok pemuda dan Wadon Wadas (Perempuan Wadas). Kelompok pemuda bertugas melakukan pengumpulan data spasial, sementara Wadon Wadas bertugas melakukan pengumpulan data sosial. Imam Mas’ud (Tim Advokasi JKPP) menyatakan bahwa “tujuan pelatihan ini adalah untuk melakukan pemetaan secara partisipatif yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku pemetaan, sekaligus penentu perencanaan pengembangan wilayahnya sendiri”. Pemetaan partisipatif digunakan sebagai alat klaim tandingan dari peta yang dikeluarkan secara sepihak oleh pemerintah. Pada kasus Wadas, pemerintah menentukan batas aman antara titik tambang dengan pemukiman tanpa melibatkan peran masyarakat, yang hanya berjarak sekitar 300-an meter dari pemukiman. Adanya pelatihan ini diharapkan masyarakat bisa menentukan batas aman berdasarkan versi mereka sendiri.
Gambar 1. Imam Mas’ud Bersama Pemuda pada Pelatihan Hari Pertama di Sanggar GempaDewa, (Dokumentasi JKPP, 2023)
Pelatihan hari pertama, Imam Mas’ud memberikan pemahaman awal tentang dasar-dasar pemetaan seperti pengenalan dan teknik penggalian data sosial-spasial, analisis livelihood, analisis kesesuaian lahan, analisis dampak tambang, dan analisis resiko bencana. Pelatihan hari pertama diikuti oleh 15 orang pemuda dari empat dusun di Wadas yang terdampak tambang, yaitu Randu Parang, Winongsari, Kali Gendol, dan Kaliancar. Kegiatan diawali dengan pengidentifikasian tujuan masyarakat melakukan pemetaan, diantaranya karena peta luas lahan pertambangan yang dikeluarkan oleh ATR/BPN secara tertulis lebih kecil dibandingkan luas lahan tambang yang diidentifikasi oleh masyarakat di lapangan, selain itu juga terjadi pencaplokan tanah sebanyak 21 bidang milik kelompok masyarakat penolak tambang yang dilakukan oleh ATR/BPN ketika melakukan pengukuran lahan warga yang menjual tanahnya. Masyarakat juga mengidentifikasi jenis-jenis peta yang mereka butuhkan, diantaranya peta tata guna lahan, peta batas wilayah desa, peta dampak rencana pertambangan, peta persil bidang yang masuk ke peta penetapan, dan peta luas lahan warga yang menolak tambang. Menurut Ubed, SLPP Jawa Timur, “pemetaan partisipatif itu penting, walaupun memiliki kekuatan hukum yang lemah, tetapi tingkat akurasi sosialnya tinggi, karena melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan data”.
Pelatihan hari kedua pada Kamis 15 Juni 2023, JKPP melibatkan Wadon Wadas dalam pengumpulan data sosial. Pemetaan sosial sangat penting untuk memberikan gambaran awal tentang kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Data sosial digunakan sebagai pendukung data spasial – yaitu untuk mengukur nilai ekonomis tanah berdasarkan jenis-jenis komoditas yang dimanfaatkan oleh masyarakat, sehingga menjadi hal yang rasional jika masyarakat melakukan penolakan terhadap tambang, karena sumber penghidupan mereka terancam hilang akibat aktivitas pertambangan. Data sosial juga dilengkapi dengan informasi mengenai sejarah kepemilikan dan pemanfaatan sumber daya agraria di Wadas, yaitu terkait kapan masyarakat mulai mengelola lahan, bagaimana cara perolehan lahan apakah melalui warisan, jual-beli, atau menyewa, dan bagaimana masyarakat memandang tanah.
Gambar 2. (a) Wadon Wadas Mengidentifikasi Jenis Komoditas; (b) Pemuda Mengambil Koordinat Titik Lokasi (Dokumentasi JKPP, 2023)
Pelatihan hari ketiga pada Jumat 16 Juni 2023 terbagi menjadi dua kegiatan, pertama, pemuda-pemuda Wadas mempraktikan pemahaman yang dipelajari di hari pertama langsung di lapangan. Sekitar 10 orang pemuda dibagi menjadi dua tim, masing-masing tim menggunakan satu GPS untuk mengambil titik koordinat di sekitar desa. Di hari yang sama, kegiatan dilanjutkan dengan pembahasan Rencana Tindak Lanjut (RTL) antara GempaDewa, JKPP, dan LBH Yogyakarta. Kesepakatan yang dicapai yaitu pembagian kerja dalam proses pengolahan data, analisis, hingga dokumen hasil kajian analisis data spasial dan sosial yang nantinya akan ditindaklanjuti pada tingkatan advokasi bersama untuk memastikan Kedaulatan Hak Atas Ruang bagi Masyarakat.
Add Comment