Pemetaan Partisipatif

Diprotes Banyak Pihak, Akhirnya WWF Lakukan Klarifikasi, Ini Hasilnya

Ilustrasi

Setelah dikritik oleh berbagai organisasi masyarakat sipil, akhirnya lembaga World Wildlife Fund (WWF) buka suara dan memberikan klarifikasinya terkait  MOU antara Kementerian Koordinator Perekonomian dan WWF atas Kesepakatan Pembentukan PMO Sekretariat Bersama Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial, pada Jum’at (20/10/2017) siang di Sektratariat Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS), di Gedung Manggala Wanabhakti, Jakarta.

Hadir dalam kesempatan tersebut, Noer Fauzi Rachman dari Kantor Staf Presiden, juga dari perwakilan organisasi masyarakat sipil diantaranya; Yando Zakaria, Martua T. Sirait,  Nur Amalia, Suraya Afif, Lili Hasanuddin, Hasbi Berliani, Rakhmat Hidayat, Isfahani, Siti Maimunah, dan Susi F. Sementara dari pihak WWF dihadiri oleh Direktur WWF-Indonesia, Rizal Malik didampingi oleh stafnya, Ditto.

Didapuk sebagai pemimpin rapat, Noer Fauzi Rachman meminta penjelasan dan klarifikasi kepada WWF tentang asal muasal proses kemunculan MoU tersebut. Menurutnya, dibeberapa tempat dibuat forum diskusi sehubungan dengan keberatan sejumlah masyarakat sipil terhadap MOU tersebut.

Direktur WWF-Indonesia, Rizal Malik, memberikan keterangan terkait hal tersebut, dirinya menyampaikan klarifikasi terkait proses pembentukan MOU antara Kemenko Perekonomian dengan WWF adalah sebagai
berikut:

  1. Sekitar 10 tahun terakhir, WWF telah bekerjasama dengan Kemenko Perekonomian dengan membantu komitmen Kemenko Perekonomian untuk menjalankan kesepakatan 3 negara (Indonesia, Malaysia, dan
    Brunei Darussalam) dalam konservasi Heart of Borneo (HOB).
  2. WWF juga telah lama bekerja dalam persoalan konservasi dibanyak tempat, antara lain di Propinsi Riau khususnya yang terkait dengan konservasi Tesso Nillo. Rizal Malik, sebagai direktur WWF yang baru (diangkat 1 Agustus 2017) berpendapat perlu ada terobosan baru dalam mengatasi persoalan di Tesso Nillo dan tempat lainnya yang antara lain dengan persoalan konflik tenurial. Dalam rangka mengatasi masalah-masalah
    inilah WWF berdialog dengan Kemenko Perekonomian yang dalam hal ini dianggap dapat berperan dalam mendorong adanya penyelesaian masalah tenurial di tempat-tempat seperti di Tesso Nilo itu. 
  3. Dalam konteks inilah kemudian terjadi pembicaraan antara Kemenko Perekonomian, dalam hal ini yang diwakili oleh Pak Prabianto dengan WWF untuk memperluas cakupan MOU untuk juga termasuk juga
    menjalankan fungsi PMO dari sekertariat program RAPS yang SK nya telah dikeluarkan sejak awal Mei 2017 lalu (SK No.73 tahun 2017 Tentang Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial, pada tanggal 4 Mei 2017). WWF menyambut baik usulan Kemenko Perekonomian untuk memperluas isi MOU untuk tidak hanya fokus pada penyelesaian persoalan Tesso Nilo. Salah satu alasannya mengapa WWF tertarik dengan tawaran ini karena Sdr. Rizal beranggapan teman-teman di koalisi masyarakat sipil yang pernah ditemuinya dalam acara makan
    malam bersama bekerja sangat sektoral. Sdr Rizal beranggapan penting untuk mendorong kerjasamasa dengan Kemenko perekonomian untuk mengefektifkan koordinasi. Dalam hal ini Sdr. Rizal mengaku tidak
    mengetahui sama sekali bahwa Sdr. Noer Fauzi Rachman, sebagai staf khusus Kepala KSP telah bekerja lama dengan Kemenko Perekonomian dalam mendorong agar Kemenko Perekonomian segera membentuk PMO sesuai dengan ketentuan SK tersebut diatas.  Sdr. Rizal mengakui, dan menyesalkan, tidak melakukan konsultasi dengan Sdr. Noer Fauzi Rachman dan masyarakat sipil yang bekerja mengusung Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial ketika proses penyusunan MOU berlangsung. 
  4. Proses diskusi agak intensif untuk mematangkan gagasan ini berlangsung sejak bulan Agustus 2017, dimana Kemenko Perekonomian menginginkan dilakukan dengan cepat. Rencana dan diskusi ini dilakukan tanpa ada pihak lain yang terlibat. Kantor Staf Presiden (KSP) atau perwakilan dari organisasi masyarakat sipil tidak
    tahu ataupun pernah diajak berkonsultasi terkait dengan rencana ini. KSP maupun organisasi masyarakat sipil maupun pihak lainnya baru mengetahui informasi ini setelah proses menandatanganan MOU dilakukan pada tanggal 19 Oktober 2017 dari berita yang disebarkan oleh WWF dan Kemenko Perekonomian yang dikutip berbagai media. 
  5. Untuk menjalankan MOU ini Sdr. Rizal menugaskan stafnya yaitu Sdr. Dito untuk mengawal tindak lanjutnya. Sampai saat ini WWF masih menggunakan dana internal yang dimilikinya untuk menjalankan MOU ini. Untuk membantu kerja Sdr. Dito, Rizal Malik akan merekrut tiga orang lainnya yang merupakan konsultan lepas yang selama ini juga telah banyak bekerja sama dengan WWF. Ketiga orang ini dikontrak khusus untuk membantu Sdr. Dito dalam menjalankan MOU ini. Rizal mengaku hingga saat pertemuan ini dilangsungkan belum ada rencana detail apapun yang telah dibuat atau dipersiapkan. Dalam pendanaan selanjutnya, Rizal menyampaikan bahwa WWF tidak diperbolehkan oleh boardnya untuk menerima dana yang bersumber dari APBN. Oleh karena itu, WWF berencana untuk mencari dukungan dari pihak-pihak lain yang dapat bekerjasama. Sdr. Rizal mengaku bahwa belum ada satupun komitmen pendanaan dari pihak manapun yang telah diterima WWF. 
  6. Sehubungan dengan banyaknya kritik dan keberatan dari masyarakat sipil yang telah diterima, Sdr. Rizal Malik sebagai direktur WWF menegaskan bahwa apa yang dilakukan ini tidak ada sedikitpun niatan untuk menghambat kerja dari teman-teman masyarakat sipil yang telah lama bekerja di isu reforma agraria dan perhutanan sosial. Sdr. Rizal menyampaikan bahwa niatnya tidak lain adalah justru untuk membantu
    mempercepat program RA PS. Dalam pandangan sdr. Rizal, apa yang dilakukan WWF dengan  menandatangani MOU ini adalah bentuk kontribusi WWF karena pengalamannya bekerja selama 10 tahun
    terakhir dengan Kemenko Perekonomian di program pemerintah Heart of Borneo. Sdr. Rizal menyampaikan permintaan maaf apabila yang dilakukan WWF ternyata dilihat sebagai tindakan yang salah. 
  7. Untuk itu Sdr. Rizal tidak keberatan apabila teman-teman dari koalisi masyarakat sipil berperan aktif dalam menjalankan MOU ini. Namun Sdr. Rizal menyatakan keberatan apabila diminta untuk secara sepihak
    mengundurkan diri atau membatalkan secara sepihak MOU ini. Sdr. Rizal menyatakan, karena adanya konsekuensi hukum, akan sulit melakukan inisiatif untuk mundur secara sepihak kecuali bila Menko Perekonomian memintanya untuk mundur. Rizal meminta agar keputusan itu tidak dibebankan ke WWF tetapi dipersilakan Kemenko  Perekonomian yang memutuskan bagaimana kelanjutannya. Apabila
    pemerintah memutuskan bahwa MOU itu harus dibatalkan, dirinnya akan menerima keputusan itu. 
  8. Sdr. Rizal memberikan jaminan bahwa WWF tidak punya “hidden agenda” dalam MOU itu dan berharap untuk dapat bekerjasama dengan semua.

Respon dari Perwakilan Masyarakat Sipil

Menanggapi klarifikasi dari Direktur WWF, Rizal Malik, secara bergantian beberapa orang yang mewakili koalisi masyarakat sipil itu menyampaikan pandangannya. Salah satu peserta pertemuan menjelaskan secara singkat kepada Sdr. Rizal dan Dito tentang kronologis yang telah dilakukan oleh koalisi masyarakat terkait dengan kerja RA dan PS.

Disemua kerja selama ini, WWF tidak pernah ada. Hal ini antara lain karena diawalnya, yaitu ditahun 2015, Dirjen Konservasi Sumberdaya Alam di KLHK tidak mendukung PS di kawasan konservasi. Memang setelah berganti
pejabat di tahun awal 2017, ada perubahan yang cukup signifikan untuk pelaksanaan gagasan PS di kawasan konservasi. Dengan demikian kalaupun WWF tidak terlibat, hal itu lebih karena tidak ada
seorangpun yang menyangka WWF tertarik untuk terlibat di isu PS apalagi TORA di luar kawasan konservasi, dua isu yang selama ini dipahami bukanlah fokus kerja dan interest WWF. Apalagi di masa-masa awal sebelum sdr. Rizal terpilih menjadi direktur, terjadi kevakuman posisi direktur di WWF yang cukup lama. Sehingga ketika berita MOU itu muncul, banyak pihak, termasuk juga pemerintah dan donor, surprise dan bertanya-tanya. Sebagian lainnya memprotes keras.

Sejumlah orang yang pernah menghadiri acara makan malam di rumah seorang teman dimana dihadiri oleh sdr. Rizal menganggap ketika itu adalah kegiatan informal biasa. Sebagian menganggap pertemuan itu, walaupun ada diskusi tentang perkembangan RA dan PS, semata-mata hanya sebatas “ngobrol sesama teman” dan sekaligus pertemuan perkenalan dengan Sdr. Rizal yang baru saja diangkat sebagai direktur WWF yang baru. Tidak ada seorangpun yang berfikir bahwa pertemuan itu adalah pertemuan untuk mendiskusikan suatu rencana kerja.

Sharing itupun, memang bukan direncanakan dalam rangka update lengkap. Itulah sebabnya tidak dapat dijadikan dasar untuk menyimpulkan seluruh kerja dari koalisi selama ini. Setelah acara makan malam itu, tidak ada satupun dari rekan-rekan di organisasi masyarakat sipil yang selama ini aktif terlibat di sekretariat RAPS yang pernah bertemu atau berdiskusi kembali dengan WWF termasuk dengan Sdr. Rizal sekalipun tentang ide untuk membuat MOU itu.

Inti keberatan yang disampaikan oleh perwakilan dari koalisi masyarakat sipil adalah selain WWF sama sekali tidak
melakukan konsultasi yang cukup dengan sejumlah pihak dalam proses merencanakan MOU itu, juga langkahnya itu menyalahi kesepakatan dari anggota koalisi selama ini yaitu bahwa dalam hal dukungan koalisi untuk kesekertariatan RAPS yang berada di bawah koordinasi KSP, tidak boleh ada satupun lembaga yang “membawa
dan mengibarkan benderanya sendiri.” Itulah sebabnya tidak ada satupun nama lembaga ataupun donor yang terpampang di ruangan sekertariat bersama RA dan PS termasuk di semua publikasi yang didukung oleh koalisi ini.

Oleh karena itulah apapun alasannya, sejumlah peserta yang hadir di pertemuan ini tetap tidak dapat menerima keputusan WWF tersebut.

Hal lainnya adalah sebuah kesalahan besar apabila pemerintah mensubkontrakkan personel dan kesekertariatan RAPS, yang merupakan implementasi program Nawacita pemerintah, kepada pihak swasta, yang dalam hal ini WWF. Ini adalah salah satu kesalahan substansial yang serius.  Oleh karena itu WWF diminta untuk bersedia membatalkan MOU itu, ataupun, mengkoreksi ruang lingkup MOUnya hanya menjadi sebatas pada kerja-kerja WWF di Tesso Nilo. Sementara salah satu peserta yang hadir juga menanyakan sejauh mana WWF mendiskusikan rencana kerja dengan Kemenko-Perekonomian ini dengan teman-teman di Riau yang terlibat dalam koalisi penyelesaian masalah Tesso Nilo.

Disinggung peranannya dengan Kemenko Perekonomian, Noer Fauzi Rachman dari KSP memberikan penjelasan secara singkat tentang upaya yang telah dilakukannya untuk mendorong agar Surat Keputusan (SK) Kemenko Perekonomian itu segera ada tindak lanjutnya, termasuk aktif menyampaikan sejumlah masukan untuk pembuatan TOR untuk rekrutmen, mengusulkan sejumlah nama yang dapat dipertimbangkan sebagai kandidat yang tidak hanya paham dengan isu RAPS tetapi juga dianggap mampu untuk menjalankan kesekertariatan RAPS
yang nantinya akan berada di bawah Kemenko Perekonomian.

Semua dokumen persiapan terkait dengan rekrutmen dan kerja sekertariat ini sebenarnya telah selesai pertengahan September 2017. Dirinya sama sekali tidak mengetahui rencana salah satu staf di Kemenko-Perekonomian untuk membuat MOU dengan WWF terkait PMO. Justru, sampai hari ini, dirinya masih menunggu keputusan Kemenko-Perekonomian untuk memilih dan menunjuk personel PMO.

Oleh sebab itu, dirinya sama halnya dengan pihak lainnya, juga terkejut dengan berita penandatanganan MOU itu,
dan tidak dapat menjelaskan ketika Kepala Staf KSP menanyakan apa yang terjadi dan mengapa dapat terbit MOU antara Kemenko Perekonomian dan WWF untuk menjalankan fungsi PMO sekertariat RAPS tersebut.

“Sebagai perwakilan KSP, pada pertemuan ini saya tidak pada posisinya membuat keputusan dan akan menyampaikan semua hasil pertemuan ini kepada Kepala Staf Kepresidenan” ujar Ozi, panggilan akrabnya.

Selanjutnya, dirinya akan melaporkan hasilnya termasuk sejumlah keberatan yang disampaikan oleh peserta dari
koalisi masyarakat sipil terkait dengan MOU yang telah dibuat itu. Oleh karena itu, pertemuan tindak lanjut akan ditentukan kemudian setelah menyampaikan hasil pertemuan ini kepada Kepala Staf Presiden, Teten Masduki.

Sumber : Notulensi Klarifikasi WWF.
Editor : Aji Panjalu

 

About the author

admin

Add Comment

Click here to post a comment