Pemetaan Partisipatif

Memantapkan Rencana Tata Ruang Pulau Sebagai Alat Perekat Pembangunan Nasional dan daerah

Dalam rangka menindaklanjuti langkah kebijakan penataan ruang pulau serta untuk mengintegrasikan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah dan menggabungkan berbagai kepentingan yang merupakan salah satu strategi penataan ruang pulau, dilakukan rapat kerja penataan ruang Jawa, Bali dan Sumatera, di Semarang. Tujuan dari raker ini adalah untuk membangun komitmen penguatan peran penataan ruang oleh seluruh pelaku pembangunan/stakeholder baik pemerintah, DPR/DPRD, masyarakat dunia usaha, dan LSM

Dalam rapat kerja tersebut dihasilkan beberapa kesepakatan sebagai berikut: 

KESEPAKATAN HASIL SIDANG KOMISI A RAKER PULAU JAWA-BALI DAN SUMATERA 

1. Perlunya konsistensi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota sebagai akibat adanya Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera. Sehubungan itu, maka Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota kiranya perlu ditinjau kembali untuk mengakomodasi kebijakan dan strategi pengembangan Pulau yang pembiayaannya disiapkan dari kontribusi APBN dan APBD. 

2. Pengembangan infrastruktur jaringan Jalan Lintas Timur, Tengah, dan Barat serta pembangunan pelabuhan internasional dan nasional perlu diikuti pengembangannya secara terpadu oleh infrastruktur yang menjadi kewenangan daerah. 

3. Untuk menjamin keamanan dan kelancaran akses pada koridor Jalur Lintas Barat, Tengah dan Timur Sumatera, perlu dilakukan upaya-upaya pengaturan terhadap pemanfaatan ruang di sepanjang koridor sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang mengacu pada Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera. 

4. Pada kota-kota metropolitan seperti Medan-Binjai-Deli Serdang (Mebidang) dan kota-kota yang luber lainnya, perlu ditingkatkan kerjasama pengembangannya antar kabupaten dan kota yang tercakup dalam kawasan metropolitan tersebut. 

5. Sebagai akibat proses urbanisasi yang pesat, terutama pada kota-kota yang terletak di bagian Timur Pulau Sumatera, perlu menyediakan ruang-ruang terbuka hijau yang cukup untuk membentuk lingkungan kota yang nyaman, produktif dan berkelanjutan. 

6. Mengingat cukup banyaknya sungai-sungai kritis, perlu kajian atau studi pada wilayah-wilayah sungai kritis tersebut dan ditingkatkan pola kerjasama antar Kabupaten/Kota pada wilayah-wilayah sungai dalam proses perencanaan, pengendalian dan penerapan pola insentif dan disinsentif. 

7. Perlu dilakukan upaya-upaya untuk mempertahankan fungsi kawasan lindung nasional yang diakomodasikan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota masing-masing. 

8. Untuk pengendalian pemanfaatan ruang, khususnya pada daerah perkotaan/metropolitan, perlu diterapkan Zoning Regulation sebagai perangkat pengendalian pemanfaatan ruang oleh Pemerintah Daerah/Kota yang bersangkutan. 

9. Pada penanganan kawasan perbatasan antar negara (Malaysia dan Singapura) diperlukan peran aktif dari Pemerintah Daerah yang tercakup dalam kawasan tersebut dan didukung sepenuhnya oleh Pemerintah Pusat, terutama pembangunan infrastruktur dan perkotaan yang berhadapan langsung dengan negara tetangga. 

10. Untuk menjamin program- program pembangunan yang diindikasi- kan dalam Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera dapat diimplementasikan, maka program-program pembangunan yang disusun oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota perlu diintegrasikan secara sinergi dengan program-program nasional yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera. 

KESEPAKATAN HASIL SIDANG KOMISI B RAKER PULAU JAWA-BALI DAN SUMATERA 

1. Perlunya harmonisasi dan konsistensi Rencana Tata Ruang (RTR) Provinsi/Kabupaten/Kota sebagai akibat adanya RTR Pulau Jawa-Bali, sehubungan itu maka rencana tata ruang wilayah propinsi / kabupaten dan kota kiranya perlu ditinjau kembali untuk mengakomodasi kebijakan dan stratetgi pengembangan pulau yang pembiayaannya disiapkan dari kontribusi APBN dan APBD. 
2. Perlunya penyiapan RTR kawasan secara terpadu lintas wilayah dan lintas sector melalui penerapan aturan-aturan pemanfaatan ruang (zoning regulation) pada titik-titik rawan perubahan fungsi kawasan – seperti kawasan lindung dan kawasan pertanian – sebagai landasan pengendalian pemafaatan ruang pada koridor jalur Pansela dan Pantura. 
3. Menjaga konsistensi fungsi kawasan lumbung padi di Pulau Jawa melalui upaya-upaya penyelamatan alih fungsi lahan pertanian melalui penerapan aturan pemanfaatan ruang (zoning regulation), penyedian sarana Sub Terminal Agribisnis (STA), pemabangunan jaringan KA pendukung system produksi hasil pertanian. 
4. Dalam kerangka pengembangan dan pengelolaan kawasan perkotaan, Metropolitan dan urban sprawl di Pulau Jawa-Bali, perlu ditingkatkan kerjasama antar Kabupaten/Kota yang tercakup dalam kawasan Metropolitan tersebut. 
5. Dalam upaya penanganan wilayah sungai, perlu dilaksanakan disiapkan kebijakan dan aturan pemanfaatan ruang pada wilayah sungai dan daerah aliran sungai kritis tersebut dan ditingkatkan pola kerjasama antar kabupaten/kota pada wilayah-wilayah sungai dalam proses perencanaan dan pengendalian. 
6. Perlu disiapkan kebijakan pengelolaan pemanfaatan ruang pada kawasan konservasi laut dan ekosistem sungai sebagai upaya penyelamatan manggrove/terumbu karang sebagai breeding ground dan ekosistem pesisir lainnya. 
7. Pengembangan infrastruktur jaringan jalan serta pembangunan pelabuhan internasional dan nasional di kawasan koridor Pantai Selatan dan Pantai Utara Pulau Jawa-Bali perlu diikuti pengembangannya secara terpadu oleh infrastruktur yang menjadi kewenangan daerah. 
8. Pemerintah Pusat perlu memikirkan penyiapan database terkait dengan informasi peta hidrologi dan geologi dasar kawasan yang lebih detail di Pulau Jawa-Bali sebagai dasar penyiapan Rencana Tata Ruang yang mengedepankaan upaya-upaya pembangunan yang berkelanjutan. 
9. Untuk mengantisipasi proses urbanisasi yang pesat, terutama pada kota-kota besar dan Metropolitan di Pulau Jawa-Bali, perlu menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan fasilitas umum dan fasilitas social secara hirarkis yang cukup untuk memberntuk lingkungan kota yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan. 
10. Untuk mendorong keseimbangan pengembangan kota-desa, perlu diterapkan konsep Agropolitan secara konsisten. 
11. Menyiapkan aturan-aturan pemanfaatan ruang berupa zoning regulation pada kawasan kota besar/Metropolitan, Agropolitan dan kawasan cepat tumbuh lainnya seperti Kawasan Cepu, Kawasan-kawasan Pariwisata di Bali, Kawasan-kawasan pertanian di pinggi perkotaan pada jalur-jalur arteri primer. 

Sumber berita Menko. Perekonomian