Pemetaan Partisipatif

PENATAAN RUANG KUNCI BERLANJUTAN LINGKUNGAN HIDUP

Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH) menjadi kunci atas penataan ruang untuk menjamin keberlanjutan fungsi lingkungan hidup. Menurut Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Indonesia Setyo Moersidik, karena itu diperlukan harmonisasi UU PLH No. 23 tahun 1997 dengan UU Penataan Ruang No. 26 tahun 2007. 

“Ada lima aspek dalam salah kelola lingkungan yaitu kemiskinan, kebodohan, keserakahan, pilihan teknologi yang tidak tepat serta pengelolaan yang tidak memadai,” ucap Setyo dalam Temu Pakar Lingkungan Hidup dan Penataan Ruang dalam rangka penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) di Jakarta, Rabu (27/6).
Prinsip penerapan UU PLH dalam perspektif tata ruang dilakukan melalui konservasi dan preservasi atas sumber daya alam (SDA), menserasikan-seimbangkan SDA, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan serta menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan dan pengendalian atas mutu dan keberlanjutan ruang.

Pendekatan PLH menurut Setyo terbagi menjadi tiga yaitu ekonomi dengan menjadikan sumber daya dalam kisi dan instrument ekonomi tanpa mengabaikan kepentingan masyarakat, regulasi melalui instrument hokum yang mengatur pengelolaan sumber data tanpa mengabaikan peran serta masyarakat dan unsur terkahir yaitu masyarakat melalui pelibatan pihak-pihak yang berfungsi dalam pengelolaan sumber daya.

Sementara itu anggota Badan Planologi Kehutanan Departemen Kehutanan Yetti Rusli dalam materinya tentang pemantapan keberadaan hutan untuk pelestarian lingkungan hidup mengungkapkan hutan sebagai satu kesatuan ekosistem tidak mengenal batas wilayah administrasi pemerintahan dan negara.

“Semakin kecil hutan dibagi-bagi, semakin besar potensi terganggunya ekosistem,” terang Yetti.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka (RPJ) Menengah, dan RPJ Panjang Kabinet Indonesia Bersatu disebutkan pembangunan kehutanan diarhakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan upaya pengelolaan sumber daya hutan dan meningkatkan ketaatan terhadap tata ruang dan pengendalian kerusakan hutan.

Menurut Yetti, dampak degradasi dan deforestasi antara lain aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Dampak ekologi diantaranya kekeringan, kebakaran, hutan, banjir, erosi hingga hilangnya keragaman hayati. Sementara aspek sosial antara lain perubahan tata nilai dan menguatnya potensi konflik sosial. (rnd)

Pusat Komunikasi Publik
280607