Kuasa pemerintah melakukan pengesahan aset pulau-pulau terluar nusantara diharapkan tetap menjamin hak masyarakat adat guna mengantisipasi konflik.
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria, Iwan Nurdin mengatakan sertifikasi tanah untuk kawasan perbatasan dan pulau terluar harus diarahkan pada pengakuan masyarakat adat sebagai pemilik kawasan.
“Kawasan perbatasan di Kalimantan dan Sulawesi bagian Utara, Papua dan Timor adalah kawasan yang selama ini dikelola dan dijaga oleh masyarakat adat setempat,†katanya, Jumat (22/5).
Menurutnya, sertifikasi kawasan tersebut harus dimulai dengan pemetaan partisipatif wilayah masyarakat, kemudian pengakuan melalui peraturan daerah dan sertifikasi hak kepemilikan masyarakat secara bersama.
Dengan demikian, pemerintah dapat menyelesaikan beberapa masalah sekaligus yakni sertifikasi kawasan perbatasan pulau, pengakuan wilayah masyarakat hukum adat dan pemberian hak kepada masyarakat hukum adat dan individu di perbatasan.
“Jangan sampai sertifikasi pulau terluar ditunggangi kepentingan orang yang ingin memiliki pulau atas nama pribadi. Pemetaan partisipatif harus menjamin hak masyarakat adat juga,†katanya.
Pada sosialisasi Peraturan Presiden 179/2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi NTT diadakan di lingkungan internal Badan Nasional Pengelola Perbatasan.
Disepakati, tindak lanjut untuk 5 tahun ke depan dalam rangka mendukung pengelolaan ruang perbatasan negara adalah penyelesaian peraturan perundangan Pengelolaan Ruang Udara Nasional dan Rencana Tata Ruang Laut Nasional.
Selanjutnya penyelesaian peta dasar skala besar (1 : 5000), penyelesaian Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara, peninjauan kembali dan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah provinsi, kabupaten dan kota perbatasan negara.[*]
Sumber: