Jakarta (ANTARA News) – Pemerintah akan menyita tanah tanah perkebunan di Pulau Jawa yang saat ini tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU) yang sah dan diterlantarkan, untuk kemudian dibagikan ke masyarakat, sedangkan kepada pemilik tanah perkebunan tersebut akan diberikan tanah pengganti di luar Pulau Jawa.Â
“Kalau di Pulau Jawa maka objek reforma agraria adalah perkebunan-perkebunan yang HGU sudah habis dan terlantar. Nah itu yang akan diminta dan kemudian di tukar di luar Pulau Jawa, yang di Jawa akan dibagi untuk masyarakat,” kata Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Deddy Koespramono di Jakarta, Selasa.
Ia menambahkan, untuk reforma agraria di luar Pulau Jawa maka pihaknya akan berkoordinasi dengan Depertemen Kehutanan mengingat sebagian besar objek reforma agraria di luar Jawa adalah tanah kehutanan. Namun, tambahnya, hal itu akan memerlukan proses yang lumayan panjang karena harus adanya alih fungsi lahan dari yang dulunya hutan menjadi lahan produktif.
Di sisi lain, Deddy mengatakan, yang terpenting dalam melaksanakan reforma agraria adalah terbentuknya Badan Layanan Umum (BLU) pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) sedang dalam proses penyelesaian agar reforma agraria bisa berjalan di tahun 2009. Sedangkan untuk Depertemen Kehutanan proses pembentukan BLU sudah selesai. “Tapi masih ada hambatan karena ada beberapa syarat yang belum dipenuhi,” jelasnya.
Sebelumnya Staf Ahli Menteri Kehutanan Ahmad Fauzi mengatakan, bahwa dalam reforma agraria di sektor kehutanan, tidak ada alih fungsi lahan hutan, melainkan pemberian kuasa mengelola lahan hutan tanpa pengalihan fungsinya.
Jika dalam reforma agraria kehutanan, tanah tersebut tidak akan menjadi hak milik, maka untuk tanah non kehutanan dimungkinkan untuk menjadi hak milik, meski tidak serta merta diberikan.
Dia menjelaskan, BPN akan memberikan hak pakai kepada penerima tanah selama 3 tahun, jika dianggap bagus maka BPN baru akan memproses kepemilikannya. “Setelah jadi hak milik maka selama 10 tahun tidak boleh dipindah tangankan,” kata Kepala BPN Joyowinoto, baru-baru ini. Untuk menjalankan program tersebut maka BPN akan membentuk Lembaga Pengelola Reforma Agraria berbentuk BLU.
Namun sayangnya, Depkeu masih keberatan untuk merealisasikan keinginan BPN membentuk BLU termasuk memberikan penyertaan modal pertama sebesar Rp 2 triliun karena BPN belum merinci bagaimana pola “cost recovery” dari dana yang sudah disetorkan oleh negara, yang berarti BPN harus pula memperhitungkan bagaimana memperoleh pendapatan dari pelaksanaan pembaharuan agraria ini.
Seperti diketahui, pemerintah bakal menjalankan pembaharuan di bidang pertanahan (reforma agraria) mulai 2009. Target itu tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2009, yang diharapkan mampu membagi 310.000 bidang tanah bagi masyarakat. 310.00 bidang tanah itu terdiri dari 9,25 juta hektar tanah dimana 1,25 juta hektar merupakan tanah negara yang dikelola BPN dan sisanya tanah hutan.
Tidak hanya tanah pertanian di luar Jawa saja, namun bagi-bagi tanah juga di daerah perkotaan, dari tanah terlantar milik negara dan tanah kehutanan. Tanah-tanah itu akan dibagikan kepada penduduk miskin di 17 provinsi.(*)
sumber : http://antara.co.id/print/?i=1215521132
COPYRIGHT © 2008 ANTARA