
Lahan terbakar di Palangka Raya, Kalimantan Tengah Reuters/Darren Whiteside
Kabar24.com, JAKARTA—Kelompok masyarakat adat mendesak penegak hukum mempercepat proses persidangan para pelaku pembakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun lalu, terutama di sektor perkebunan sawit dan hutan tanaman industri, sehingga publik dapat mengetahui secara terbuka praktik dugaan kejahatan tersebut.
Deputi I Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Mina Susana Setra mengungkapkan masalah kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun lalu belum seluruhnya diselesaikan oleh pemerintah. Dari sisi penegakan hukum, dia mendesak agar proses penyidikan itu segera masuk ke pengadilan sehingga publik mengetahui praktik-praktik yang terjadi selama ini.
AMAN menyatakan para pelaku yang berasal dari sektor yang diduga terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan yakni Hutan Tanaman Industri (HTI) dan sawit, belum seluruhnya diadili. Oleh karena itu, sambungnya, organisasi itu mendesak agar proses pengadilan dilakukan secepatnya.
“Mereka semua harus diadili dengan persidangan yang terbuka, sehingga publik mengetahui modus operandi seperti apa. Masyarakat berhak tahu,” kata Mina ketika dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (2/2/2016).
AMAN mengkritik rencana Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) dan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) yang kemarin bertemu dengan pemerintah, mengeluhkan jumlah pajak yang harus dibayar.
Ketiga organisasi itu meminta pemerintah untuk dapat mengembangkan sektor-sektor industri tersebut di masa mendatang. Dalam situs resmi Sekretariat Kabinet disebutkan, salah satu hal yang menjadi keberatan APHI misalnya adalah pajak yang harus dibayarkan.
Pada Oktober lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat sedikitnya 70 berkas kasus dugaan pembakaran hutan dan lahan pada tiga provinsi di Indonesia telah siap disidangkan, dengan jumlah terbesar di Provinsi Riau dan Provinsi Kalimantan Tengah.
Data Penegakan Hukum KLHK menyatakan berkas penyidikan sudah ada yang dinyatakan lengkap atau P21 tahap pertama dan tahap kedua, yakni pelimpahan alat bukti dan saksi.Sebagian besar penetapan status itu didominasi oleh Provinsi Riau dan Provinsi Kalimantan Tengah. Wilayah yang terpapar polusi asap lainnya, yakni Sumatra Selatan, dan Kalimantan Barat masih dalam proses penyidikan.
Riau memiliki 25 berkas yang dinyatakan lengkap, dengan penanganan terhadap 51 tersangka perorangan dan 17 tersangka korporasi. Jambi memiliki sedikitnya lima berkas yang dinyatakan lengkap, dengan tiga kasus berstatus P21 tahap kedua, dan memiliki enam tersangka perorangan dengan empat korporasi.
Sedangkan Kalimantan Tengah sedikitnya memiliki 16 berkas berstatus P21 tahap pertama, dan 24 berkas berstatus P21 tahap kedua dengan penyelidikan terhadap 57 perorangan dan lima korporasi.
Oleh karena itu, Mina menuturkan, pemerintah sebaiknya meninjau ulang dahulu rencana tersebut dengan lebih memperhatikan masyarakat adat terkait dengan potensi kebakaran hutan di di masa mendatang. Salah satunya, sambungnya, adalah dengan menuntaskan persoalan-persoalan perusahaan siapa saja yang membakar dalam kasus kebakaran hutan dan lahan tahun lalu.
Sumber: http://kabar24.bisnis.com/read/20160203/16/515656/karhutla-masyarakat-adat-pertanyakan-penanganan-perkara-korporasi