Pemetaan Partisipatif

BIG-JKPP Jajaki Kerjasama Penyelenggaraan Nama Rupabumi

Koordinasi Tukar Data dan Kegiatan Pemetaan Partisipatif Antara BIG dan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) yang diselenggarakan oleh BIG pada Senin (24/1/2022)
Koordinasi Tukar Data dan Kegiatan Pemetaan Partisipatif Antara BIG dan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) yang diselenggarakan oleh BIG pada Senin (24/1/2022)

Badan Informasi Geospasial (BIG) bersepakat untuk menjajaki kerjasama dengan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) dalam kegiatan penyelenggaraan Nama Rupabumi atau Toponim Demikian disampaikan Imam Hanafi, Koordinator Nasional Seknas JKPP dalam Koordinasi Tukar Data dan Kegiatan Pemetaan Partisipatif Antara BIG dan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) yang diselenggarakan oleh BIG pada Senin (24/1/2022) yang diikuti oleh BIG, Seknas JKPP dan SLPP melalui sambungan virtual

Koordinasi ini dibuka oleh Harry Ferdiansyah, Koordinator Toponim dan Verifikasi Informasi Geospasial Partisipatif Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim Badan Informasi Geospasial (BIG). Dalam paparannya, Harry menyampaikan bahwa  nama rupabumi atau dikenal dengan nama geografi atau toponim merupakan nama yang diberikan pada unsur rupabumi, baik unsur alami maupun unsur buatan. Penyediaan nama rupabumi telah dibakukan secara nasional oleh National Names Authority (NNA) dan dikemas dalam gazeter nasional (daftar nama rupabumi). Hal tersebut merupakan amanat dan rekomendasi dari resolusi United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN) yang merupakan kelompok pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang nama geografi.

Presiden Republik Indonesia pada 6 Januari 2021 telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi (PP PNR). Peraturan ini diterbitkan untuk melindungi kedaulatan dan keamanan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), melestarikan nilai-nilai budaya, sejarah, dan adat istiadat serta mewujudkan tertib administrasi pemerintahan.

“Penyelenggaraan nama rupabumi diatur pada PP tersebut dengan harapan PNR dapat dilaksanakan secara tertib, terpadu, berhasil guna, dan berdaya guna serta menjamin keakuratan, kemutakhiran, dan kepastian hukum,” terang Harry.

Harry juga menambahkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut Penyelenggaraa nama rupabumi dilaksanakan oleh Badan Informasi Geospasial yang berkoordinasi dengan Kementerian atau Lembaga, Pemeritah Daerah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pihak lain terkait yakni orang perseorangan, kelompok masyarakat, pendidik/akademisi, organisasi profesi/ilmiah, asosiasi/dunia usaha, media massa, lembaga Swadaya Masyarakat, dan mitra pembangunan lainnya yang terkait dalam penyelenggaraan nama rupa bumi. Peraturan Pemeritah tersebut mengakomodasi dan mengakui peran aktif masyarakat untuk berkontribusi dalam Penyelenggaraan Nama Rupa Bumi (Pengumpulan, Penelaahan dan Pengumumam).

“Sejauh ini yang sudah terjalin kegiatan toponim ini dengan Pemerintah Daerah seperti dengan Pemprov Jabar yakni ada Program 1 Desa 100 nama, juga dengan Pemerintah Provinsi lainnya. Semoga kedepannya kerjasama dengan JKPP (sebagai pihak lainnya) dapat dilakukan untuk melengkapi iimplementasi Penyelenggaraan Nama Rupabumi di Indonesia” kata Harry

Koordinator Nasional JKPP, Imam Hanafi menyambut baik hal tersebut diatas. Menurutnya seluruh data dan informasi hasil pemetaan partisipatif yang dikonsolidasikan oleh JKPP selama kurang lebih 25 tahun telah menghasilkan 17,2 Juta hektar (2021).

Dalam paparannya, Imam menjelaskan bahwa selama ini JKPP telah melakukan kegiatan pemetaan partisipatif di seluruh Indonesia dan telah mencatat banyak informasi masyarakat terkait toponim atau nama rupabumi yang sesuai dengan informasi yang dikenal oleh masyarakat yang sangat erat kaitannya dengan informasi penting seperti sejarah, asal usul atau lainnya.

“Semoga dalam waktu dekat ini kita akan segera untuk menuangkan kerjasama ini dalam bentuk MoU sebagai bagian dari prosedur bertukar data serta memberikan keleluasaan dalam mengawal proses pemetaan partisipatif kedepannya” pungkas Imam.

Hal penting lainnya, lanjut Imam, JKPP juga perlu melakukan koordinasi dengan BIG terkait verifikasi terhadap peta partisipatif yang sudah dibuat oleh masyarakat agar dapat dijadikan rujukan.

Berdasarkan data JKPP, hingga tahun 2021 terdapat seluas 4,5 juta hektare peta batas desa, termasuk seluas 62.511,72 hektare diantaranya sudah ditetapkan sebagai peta batas desa definitif sebagaimana Permendagri 45/2016 tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa yaitu di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan.

Menanggapi Hal tersebut, Aldila Pradhana dari BIG menyarankan agar JKPP dapat mengirimkan data ataupun peta partisipatif tersebut ke BIG untuk dilakukan verifikasi, jika sudah sesuai akan diumumkan sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh BIG. (AP)

 

About the author

admin

Add Comment

Click here to post a comment