Pemetaan Partisipatif

Pengenalan Pemetaan Partisipatif Dalam Penataan Ruang Berbasis Mitigasi Bencana di Kelurahan Karang Asem Barat, Bogor

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor menetapkan Kecamatan Citeureup sebagai daerah rawan banjir dan kebakaran. Salah satu titik yang kerap diterjang banjir yaitu Kelurahan Karang Asem Barat. Masyarakat Karang Asem Barat menduga, banjir yang sering terjadi disebabkan oleh pembangunan Kawasan Industri Sentul yang mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air yang berujung pada banjir saat hujan. Sebagai langkah mitigasi dalam menghadapi bencana, Kelurahan Karang Asem Barat mengundang Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) untuk memberikan materi tentang pengenalan pemetaan partisipatif dalam penataan ruang berbasis mitigasi bencana.

Penyampaian materi ini dilakukan oleh Diarman, Kepala Divisi Layanan Pemetaan di JKPP, pada tanggal Selasa (21/11). Kegiatan ini diikuti oleh Satgas Penanggulangan Bencana Kabupaten Bogor yang bertempat di Aula Kelurahan Karang Asem Barat. Harapannya, peserta dapat mengenal pemetaan partisipatif dalam penataan desa/kelurahan untuk menggali potensi sumberdaya alam, sekaligus meningkatkan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana.

Kegiatan ini terbagi menjadi dua sesi, yaitu sesi penyampaian materi dan sesi diskusi. Penyampaian materi diawali dengan pengenalan pemetaan partisipatif dan manfaatnya. Menurut Diarman, hasil pemetaan partisipatif dapat digunakan untuk menghasilkan peta batas desa/kelurahan yang definitif untuk mendorong diterbitkannya Peraturan Bupati tentang penetapan dan penegasan batas desa. Diarman juga menekankan pentingnya akurasi sosial dalam kegiatan pemetaan

walaupun teknologi pemetaan yang digunakan canggih, tetapi metodologi yang digunakan tidak tepat dan tidak ada kesepakatan dalam masyarakat, maka kecanggihan tersebut tidak akan berarti”,

sehingga akurasi sosial dan persiapan sosial sebelum pemetaan penting untuk dilakukan.

Selanjutnya, dilakukan sesi diskusi. Dalam sesi ini, peserta sangat antusias mengajukan pertanyaan dan memberikan respon. Salah satu peserta bertanya mengenai jangka waktu meng-update peta. Menurut Diarman, peta harus diupdate maksimal lima tahun sekali, apabila lebih dari jangka waktu tersebut, dikhawatirkan sudah terjadi perubahan tata guna lahan. Peserta lain merespon bahwa data-data tentang peta zona rawan bencana sangat penting untuk menentukan langkah pencegahan. Diarman menjawab respon tersebut dengan memberikan contoh penanganan bencana pasca tsunami di Sulawesi Tengah, JKPP memfasilitasi pemetaan partisipatif menggunakan metode Sustainable Land Use Planning (SLUP) sebagai langkah mitigasi bencana.

Bu Yuni, selaku perwakilan BPBD Kabupaten Bogor menyampaikan bahwa

dengan adanya kegiatan ini, peserta wajib memahami peta rawan bencana, sehingga apabila BNPB berkunjung, kita mampu menunjukkan peta yang kita buat”.

Bu Yuni juga menambahkan bahwa keterlibatan perempuan dan laki-laki dalam pemetaan partisipatif terkait zona evakuasi bencana sangat penting, karena titik-titik yang dapat dilewati laki-laki belum tentu bisa dilewati oleh perempuan atau ibu hamil, sehingga penting untuk membuat peta zona evakuasi sebagai bentuk mitigasi bencana. Di akhir kegiatan, bu Yuni berharap ada kegiatan lanjutan berupa kolaborasi antara JKPP dan BPBD Kabupaten Bogor, JKPP diharapkan dapat melakukan asistensi pemetaan partisipatif di wilayah kerja BPBD khususnya di daerah rawan bencana.