Pemetaan Partisipatif

Djoko Kirmanto: Sanksi Pidana bagi Pelanggar Tata Ruang

”Kita belajar dari peraturan perundang-undangan terdahulu yang tak mengatur jelas sanksi bagi pelanggar penggunaan tata ruang. Dalam undang-undang (UU) ini nantinya ada sanksi pidana, baik bagi pelanggarnya maupun yang memberi izin,” ujar Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto di Semarang, Sabtu (25/2). 

RUU Tata Ruang tersebut ditargetkan selesai tahun 2006. Dalam waktu dekat pembahasannya akan diselesaikan bersama dengan DPR.

Pembentukan UU tersebut dilatarbelakangi semakin tak terkendalinya alih fungsi lahan di Indonesia yang mengancam keseimbangan lingkungan dan semakin maraknya bencana alam belakangan ini. ”Tahun ini bencana alam semakin besar di Indonesia, baik banjir maupun longsor. Kalau kondisi lingkungan kita tetap seperti ini, tahun depan semakin besar lagi. Oleh karena itu, perlu rehabilitasi lahan segera. Rehabilitasi perlu dibarengi dengan rencana tata ruang yang baik,” katanya.

Djoko Kirmanto menyebutkan, pembangunan infrastruktur hendaknya disesuaikan dengan fungsi tata ruang. Jika tidak, degradasi lingkungan akan terus terjadi.

Menurut dia, ada 62 daerah aliran sungai (DAS) di Indonesia yang dalam kondisi kritis. Bila debit dan curah hujan tinggi, kawasan di sekitar DAS tersebut rawan bencana banjir.

”Hampir semua DAS di Indonesia kritis. Apalagi di Jawa. Karena itu, sangat penting untuk melakukan langkah rehabilitasi,” ujar Djoko.

Kondisi seperti itu diperparah lagi dengan pengambilan air bawah tanah (ABT). Di kota-kota besar dekat pantai, dampak pengambilan ABT ini telah menyebabkan amblesnya permukaan tanah dan terjadinya intrusi air laut, seperti di Jakarta, Semarang, dan Surabaya.

Rehabilitasi lingkungan yang rawan bencana, lanjut Djoko, harus memerhatikan perbaikan DAS. Upaya ini tak bisa dilakukan oleh satu instansi saja, tetapi harus melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, maupun desa. Selain itu, berbagai dinas harus dilibatkan, mulai dari Dinas Pertanian hingga Dinas Pekerjaan Umum.

”Rusaknya DAS selama ini karena penggunaan lahan yang tidak sesuai. Misalnya, banyak lahan pertanian di sekitar DAS yang justru mengikis tanah sehingga mendangkalkan sungai. Mengecilnya kapasitas sungai dibandingkan dengan debit air menyebabkan potensi banjir semakin besar,” ucap Djoko.

Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah, Sabtu, mencanangkan gerakan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana alam di Jateng. Dana untuk gerakan yang dimulai 15 Maret 2005 itu dialokasikan Rp 66,2 miliar. (han)

Sumber: KOMPAS, 26 Februari 2006