PEKANBARU, GORIAU.COM -Â Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Daerah (AMANDA) Kampar menggelar pertemuan kampung dan lokakarya pemetaan skala luas wilayah adat di Desa Batu Sanggan, Kampar Kiri, akhir Pekan kemarin. Lokakarya yang diadakan selama 2 hari itu, diikuti oleh pucuk pimpinan adat kekhalifahan Batu Sanggan, ninik mamak dan pemangku adat enam kenegerian.
Demikian dikatakan Himyul Wahyudi selaku Ketua Badan Pelaksana Harian AMAN daerah Kampar sekaligus ketua panitia dalam rilisnya yang diterima Goriau.com. “Pemetaan wilayah adat ini dilaksanakan selama dua hari, tanggal 22-23 Nopember 2014 dan diikuti oleh pucuk pimpinan adat kekhalifahan Batu Sanggan, ninik mamak dan pemangku adat enam kenegerian yaitu Kenegerian Batu Sanggan, Kenegerian Pangkalan Serai, Kenegerian Gajah Betalut, Kenegerian Miring, Kenegerian Terusan, Kenegerian Aur Kuning,†ungkapnya.
Ketua BPH AMAN Wilayah Riau Efrianto dalam sambutannya mengatakan pentingnya memetakan wilayah adat yang selama ini hanya tersirat diturunkan ke anak kemenakan menjadi tersurat. Bukti tertulis batas-batas alam tersebut akan dituangkan dalam bentuk Peta. “Perlu ada bukti-bukti tertulis batas-batas alam wilayah adat. Bukti tersebuat adalah berupa peta,” katanya.
Peserta lalu diajak berdiskusi terkait Kep. MK 35/2012 tentang Hutan Adat yang dipisahkan dari hutan negara serta implementasinya. H. Bustamir selaku penggugat UU 41/1999 tentang Kehutanan dari kekhalifahan Kuntu dihadirkan untuk memaparkan persoalan-persoalan yang ada terkait regulasi tersebut.
Menurutnya, banyak sekali masyarakat yang tidak paham bagaimana pentingnya kita memetakan wilayah adat. Ada masyarakat adat mengatakan bahwa setelah wilayah adat dipetakan akan dijual oleh pemangku adat. “Pernyataan semacam itu tidaklah benar. Wilayah adat kita adalah warisan dari leluhur kita, dan titipan buat anak cucu kita. Tidak ada sebenarnya ruang kita untuk menghancurkan wilayah adat tersebut,” ungkapnya.
Pada kesempatan itu, peserta juga tak lupa diberi pengenalan tentang organisasi AMAN oleh Biro OKK PW AMAN Riau, Nurman SP MSi. Diantaranya menjelaskan seperti apa perjuangan AMAN di seluruh Nusantara selama 14 tahun. (wdu)
Ketua BPH AMAN Wilayah Riau Efrianto dalam sambutannya mengatakan pentingnya memetakan wilayah adat yang selama ini hanya tersirat diturunkan ke anak kemenakan menjadi tersurat. Bukti tertulis batas-batas alam tersebut akan dituangkan dalam bentuk Peta. “Perlu ada bukti-bukti tertulis batas-batas alam wilayah adat. Bukti tersebuat adalah berupa peta,” katanya.
Peserta lalu diajak berdiskusi terkait Kep. MK 35/2012 tentang Hutan Adat yang dipisahkan dari hutan negara serta implementasinya. H. Bustamir selaku penggugat UU 41/1999 tentang Kehutanan dari kekhalifahan Kuntu dihadirkan untuk memaparkan persoalan-persoalan yang ada terkait regulasi tersebut.
Menurutnya, banyak sekali masyarakat yang tidak paham bagaimana pentingnya kita memetakan wilayah adat. Ada masyarakat adat mengatakan bahwa setelah wilayah adat dipetakan akan dijual oleh pemangku adat. “Pernyataan semacam itu tidaklah benar. Wilayah adat kita adalah warisan dari leluhur kita, dan titipan buat anak cucu kita. Tidak ada sebenarnya ruang kita untuk menghancurkan wilayah adat tersebut,” ungkapnya.
Pada kesempatan itu, peserta juga tak lupa diberi pengenalan tentang organisasi AMAN oleh Biro OKK PW AMAN Riau, Nurman SP MSi. Diantaranya menjelaskan seperti apa perjuangan AMAN di seluruh Nusantara selama 14 tahun. (wdu)
Sumber: http://www.goriau.com/berita/sosial/aman-taja-lokakarya-pemetaan-wilayah-adat-di-batu-sanggan.html