Pemetaan Partisipatif

Minimnya SDM Jadi Hambatan Perbaikan Tata Ruang Kota

Minimnya SDM Jadi Hambatan Perbaikan Tata Ruang Kota
Ilustrasi Foto: Agung Pambudhy

Indonesia memiliki laju urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa ke kota yang tinggi. Ekonomi Indonesia perlahan berubah menjadi ekonomi perkotaan, di mana kota-kota di Indonesia tumbuh rata-rata 4,1% per tahunnya. Laju ini lebih cepat dari kota-kota negara Asia lainnya.

World Bank melaporkan, setidaknya 68% penduduk Indonesia adalah warga kota dalam waktu kurang dari 10 tahun lagi.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi saat ini masih terpusat di Jawa. Pertumbuhan kota yang lebih cepat akan mengakibatkan terjadinya urbanisasi yang bersifat prematur.

Hal ini mengakibatkan urbanisasi desa-kota terjadi sebelum industri kota mampu berdiri sendiri dan sangat riskan menimbulkan efek permasalahan yang merugikan kaum urban itu sendiri, seperti pengangguran, banjir di wilayah perkotaan, dan ketimpangan sosial.

Ketua City Planning Labs Bank Dunia Gayatri Singh mengatakan, Indonesia memerlukan perencanaan tata ruang perkotaan yang lebih baik ke depannya. Perencanaan yang baik didukung oleh keakurasian data dan informasi.

“Diperlukan perencanaan kota yang terintegrasi, koordinasi antar lembaga untuk data-data yang dihasilkan, dan jangan ada gap antara data, teknologi dan keterampilan. Seperti ada jalan yang dibuat, tapi tidak ada perencanaan yang baik,” katanya saat acara Urban City Plan Forum di Hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa (30/8/2016).

Guna menyediakan data yang akurat, pemerintah saat ini tengah menyiapkan Badan Informasi Geospasial sebagai sumber data pemerintah dalam melakukan perencanaan. Hal ini sejalan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mewujudkan Kebijakan Satu Peta atau One Map Policy.

Namun demikian, masih terdapat banyak hambatan dalam perwujudan hal ini. Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Khafid mengatakan, kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) menghambat ketersediaan informasi yang diharapkan dari Pemerintah Daerah.

“Permasalahan tidak hanya peraturan tapi juga di SDM. Ketidakpercayaan diri Pemda akan data yang mereka miliki menghambat sharing data tadi. Jadi kita perlu meningkatkan pemahaman untuk berbagi data agar user dapat menilai apakah perlu perbaikan,” kata dia yang juga ditemui di acara dan lokasi yang sama.

“Yang sekarang kita lakukan yang penting compile dulu agar bisa diakses semua. Kedua, cek dan integrasikan apakah sinkron dengan referensi yang berlaku nasional, peta dasarnya, sehingga standarnya akan bisa dilihat,” tambahnya.

Lanjut Khafid, dengan keadaan saat ini, BIG belum dapat menuju sistem one map policy. Untuk itu, saat ini melalui Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta (KSP), Percepatan Pelaksanaan KSP diharapkan dapat selesai tahun ini guna percepatan pelaksanaan pembangunan nasional lewat satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal.

BIG akan mendorong sinkronisasi informasi geospasial tematik (IGT) berupa 85 tema peta tematik yang harus rampung hingga 2019.

“Sekarang nggak bisa one map policy dengan cakupan terlalu luas. Sekarang di Perpres 9 2016, akan fokus pada 85 tema yang akan direalisasikan sampai 2019 yang melibatkan 19 Kementerian/Lembaga. Kita sudah kerja sama dengan ketuanya di Kementerian Koordinator Perekonomian. Mereka sudah serahkan data secara umum. Kita lagi proses lihat referensi dan standar data. 17 dari 85 tema harus selesai tahun ini,” pungkasnya.

 

Sumber: http://finance.detik.com/read/2016/08/30/172828/3287105/4/minimnya-sdm-jadi-hambatan-perbaikan-tata-ruang-kota