Pemetaan Partisipatif

Terkendala Hukum Agraria Padahal Sektor Properti Siap Hadapi MEA 2015

isa berkembang pesat,” ucap Indras.
Namun, kata Idras, tak perlu kecewa pasalnya dari lima bidang masih ada pintu yang bisa dimasuki oleh sektor properti, yaitu modal, investasi, dan pekerja. Tak hanya itu, berdasarkan mutual recognition agreements (MRA) MEA, pekerja yang bebas bergerak adalah, dokter gigi, arsitek, perawat, surveyor, turis, akuntan, dan dokter umum. “Sektor properti masih bisa masuk di arsitek dan akuntan,” sebutnya.

Dia menjelaskan, alasan asing tak memiliki ruang dalam hak kepemilikan tanah karena ditakutkan kejadian yang tak diinginkan. Bila sampai terjadi lama-lama lahan Indonesia habis. “Pihak asing hanya boleh menggunakan hak guna bangunan (HGB) atas nama perusahaan dan diperpanjang paling lama 30 tahun sekali,” terangnya.
Apakah MEA lebih berbahaya daripada ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA)?
“Saya katakan lebih berbahaya MEA, pasalnya baik AFTA maupun ACFTA hanya memperbolehkan aliran perdagangan barang secara bebas. Kalau MEA lebih dari itu,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua DPD Real Estat Indonesia (REI) Kaltim, Arief Rahman Hasyim juga menuturkan hal sama terkait aturan mengenai properti di MEA 2015. Hal tersebut dikarenakan pemerintah enggan jika aset-aset negeri dikuasai oleh asing. “Tapi bila “jendela” terbuka, sektor properti berkembang pesat,” sebut Arief.
Arief menyebut, masih ada jalan lain. Investasi, modal, dan pekerja adalah pintu keluar bila pintu lain tak terbuka. Namun dia berharap, ketika MEA 2015 berlaku pengembang lokal atau daerah juga andil peran dalam pembangunan. “Ketika pengembang luar masuk, pasti jalur utama adalah developer nasional. Kadin Kaltim bisa menjadi jembatan pengembang lokal dari luar,” pintanya.
Dia menyatakan, belum tentu asing tertarik melakukan perjanjian kerja sama bila perizinan belum dibenahi. Sektor properti saja dibatasi. “Ini merupakan PR pemerintah,” tuturnya.
Mengenai sertifikasi pekerja, kata Arief, akan dilakukan dalam menghadapi MEA. Draf tersebut sedang disusun oleh pengurus REI pusat. Ini merupakan langkah tepat untuk meningkatkan kualitas. “Justru dengan sertifikasi, REI akan terbantu dalam pengawasan. Soalnya kualitas pekerja menentukan kualitas produk. Bila tak laik diberikan ke masyarakat, jangan jadi pengembang,” tambahnya.
Terpisah, Ketua REI Balikpapan Edy Djuwadi menuturkan pihak pengembang Kota Minyak siap dengan pemberlakuan MEA pada 2015 mendatang. “Tak hanya Balikpapan, seluruh kota lainnya di Indonesia harus siap, khususnya di sektor properti,” tuturnya.
Edy menuturkan, sejauh ini Balikpapan masih menjadi pasar menarik bagi investor dalam dan luar negeri karena pertumbuhan ekonominya. Adanya MEA 2015 mendatang, di sinilah kekuatan sektor properti dalam negeri khususnya pengembang Kota Minyak akan diuji dengan masuknya pesaing dari negara tetangga. “Daya saing pengembang lokal mesti ditingkatkan,” ujarnya.
Terkait dengan tenaga kerja atau developer asing yang akan masuk dengan bebas ke Indonesia, khususnya Balikpapan, REI sendiri tidak merasa khawatir. Edy menambahkan yang terpenting, jangan menjadi penonton di negeri sendiri. “Ada kendala dengan hukum agraria. Sejengkal pun enggak bisa mengambil alih atau memiliki lahan, kecuali mereka WNI,” katanya.
Edy juga mengimbau kepada pengembang supaya jangan terpengaruh dengan ajakan kerja sama yang ditawarkan pihak asing. Utamakan untuk menjalin kerja sama dengan pengembang lokal. “Hal seperti itu harus diantisipasi,” imbuhnya. (*/ypl/*/en/tom/k14)
Sumber: http://www.kaltimpost.co.id/berita/detail/115742-terkendala-hukum-agraria.html