Pemetaan Partisipatif

Konflik Agraria, Jokowi Didesak Bebaskan Tahanan Masyarakat Adat

Konflik Agraria, Jokowi Didesak Bebaskan Tahanan Masyarakat AdatMetroterkini.com – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak Presiden Joko Widodo untuk membebaskan masyarakat adat yang terjerat konflik agraria. Merujuk catatan Walhi, hingga kini sedikitnya 61 masyarakat adat ditahan di Polres Indragiri Hilir, Riau, dan Polres Kapuas, Kalimantan Tengah.

“Jokowi komitmen untuk menyelesaikan konflik sumber daya alam. Kami mendorong itu, salah satu caranya mengeluarkan mereka semua (tahanan) sebagai bentuk koreksi tidak hadirnya negara,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Abetnego Tarigan kepada CNN Indonesia, Senin malam (22/12).

Menurut Abetnengo, mereka perlu dibebaskan lantaran tidak melakukan tindak kriminal melainkan berjuang untuk kepentingan publik.

Lebih jauh ia menuturkan, kriminalisasi terhadap masyarakat adat tidak akan menyelesaikan persoalan tenurial. “Ketika masyarakat manfaatkan tanah, masyarakat tidak mendapatkan pengakuan (atas hak ulayat dan tanah mereka),” ucapnya.

Abetnego melanjutkan, alih-alih mengakui tanah dan hak ulayat masyarakat adat, pemerintah justru menutup mata dan mengeluarkan izin penggunaan lahan kepada perusahaan. “Konflik agraria terjadi karena pemerintah memberikan izin (kepada perusahaan). Persoalan ada di negara, ketika negara tidak menyelesaikan hak tenurial atas lahan dan terus mengeluarkan izin maka akan terus terjadi konflik,” tuturnya.

Walhi juga mengkritik nihilnya kebijakan untuk mengakui hak adat masyarakat setempat. “Jokowi harus segera menyelesaikan secara sistemis dan permanen,” ujarnya.

Selain itu, Abetnego menuturkan kerap ditemukan skenario kriminalisasi terhadap masyarakat adat. Aparat penegak hukum justru bersekongkol dengan perusahaan membuat skenario kriminal.

“Misal mereka (masyarakat adat) memblokade jalan dianggap mengganggu operasional perusahaan. Itu situasi yang terjadi. Harus kita ingat, masyarakat melakukan aksi protes karena ketiadaan mekanisme dalam penyelesaian konflik,” tuturnya.

Dalam skenario tersebut, ia menjelaskan contoh kasus yang terjadi pada seorang aktivis agraria di Sumatera Selatan, Anwar Sadat. Anwar dibui selama tujuh bulan lantaran didakwa merusak pagar Polda Sumsel saat menyuarakan hak petani di Palembang, pada 2013 silam.

Sementara itu, Komisoner Komnas HAM Siti Noor Laila juga berharap Presiden Jokowi memberikan jaminan keringanan hukuman pada pejuang HAM lainnya. “Polisi makin masif mau memenjarakan mereka. Teman-teman aktivis dna masyarakat dikriminalkan tapi teman swasta (pengusaha) tidak,” ujarnya saat jumpa pers di Kantor WALHI, Jakarta, Ahad (21/12).

Lebih jauh, ia menuturkan, merujuk catatan Komnas HAM bahwa diskriminasi antara pengusaha swasta dan pegiat HAM serta masyarakat adat merupakan salah satu laporan pengaduan terbanyak. “Swasta selalu dapat privilige dari kepolisian. Jadi penegakan hukum tidak jalan,” katanya.

Walhi mencatat 40 maayarakat dari Desa Lamunti dan Desa Kaladan, Kabupaten Kapuas, dibui lantaran berkonflik dengan perusahaan sawit PT Graha Inti Jaya. Sementara itu, 20 warga Indragiri Hilir, Riau, dituduh membakar 9 unit alat berat milik PT Setia Agrindo Lestari (PT SAL), anak perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Surya Dumai Grup. Seluruhnya kini sedang mendekam di rumah tahanan dan menjalani proses peradilan. [cnni]

Sumber: http://metroterkini.com/berita-12299-konflik-agraria-jokowi-didesak-bebaskan-tahanan-masyarakat-adat.html