Kesepakatan tersebut tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepahaman yang ditandatangani oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan dan Ketua Umum REI Eddy Hussy.
Eddy berpendapat, setidaknya ada tiga aspek yang menjadi kunci sukses untuk pelaksanaan program hunian bagi MBR. “Pertama, adanya sinkroniasi regulasi dan birokrasi yang terkendali dan terlaksana hingga tingkat pelaksana di lapangan,” ujar Eddy sebelum penandatangan nota kesepahaman di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis (29/1/2015).
Eddy menuturkan, regulasi dan birokrasi ini mencakup penyelesaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) secara nasional guna memperjelas peruntukan area permukiman di setiap daerah. Berikutnya, pengendalian harga dan pembebasan tanah, serta penyederhanaan sekaligus penghapusan biaya perizinan untuk rumah khusus MBR.
“Kami berharap semua biaya sertifikasi dapat sesuai ketentuan yang berlaku dan menggunakan sistem online,” kata Eddy.
Kedua, lanjut Eddy, adalah upaya peningkatan daya beli kalangan MBR. Dalam hal ini, REI menginginkan adanya komitmen bank pelaksana Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dalam merealisasikan penyaluran kredit perumahan.
“Pemerintah diharapkan dapat segera merealisasikan pemangkasan suku bunga KPR-FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) dari semula 7,25 persen menjadi 5 persen dengan keleluasaan tenor kredit hingga 30 tahun,” jelas Eddy.
Ia menambahkan, otoritas perbankan juga diharapkan membuat kebijakan pemberian kredit bagi para pekerja di sektor informal yang selama ini dianggap non-bankable. Poin ketiga, menurut Eddy, adalah sinergi antara pemerintah dan swasta dalam upaya menyediakan fasilitas papan bagi MBR.
“Untuk penyederhanaan proses penyesuaian harga jual unit rumah sejahtera tapak (RST), REI mengusulkan agar pemerintah dapat mematok harga jual rumah KPR-FLPP maksimal Rp 200 juta per unit,” tutur Eddy.
Eddy juga menyarankan, penyesuaian harga jual pada tahun berikutnya dipatok sebesar 5 persen ditambah inflasi tahun berjalan. Sementara untuk harga jual rusumai bersubsidi, Eddy mengusulkan maksimal Rp 10 juta per meter persegi di seluruh wilayah Indonesia.
“Adapun kenaikan harga jual pada tahun berikutnya dapat dipatok sama seperti RST yaitu minimal sebesar 5 persen ditambah inflasi tahun berjalan,” pungkas Eddy.
Sumber: http://properti.kompas.com/read/2015/01/29/140715921/Ini.Tiga.Kunci.Sukses.Bangun.Rumah.Rakyat?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp