Badan Restorasi Gambut (BRG) sudah menyiapkan langkah-langkah merestorasi gambut. Pemetaan indikatif prioritas restorasi tujuh provinsi sedang proses dengan total 2,260 juta hektar gambut, dengan rincian 1,9 juta hektar kawasan budidaya, dan 360.000 hektar hutan lindung.
“Angka ini menarik dikaji, 1,9 juta hektar kawasan budidaya. Berarti perkebunan sawit, HTI dan lain-lain. Saya bisa katakan paling tidak tanggungjawab negara 360.000 hektar, 1,9 juta hektar ada tanggungjawab negara, juga perusahaan,” kata Kepala BRG Nazir Foead di Jakarta, akhir Maret.
Dia mengatakan, jika wilayah restorasi konsesi, BRG akan meminta perusahaan ikut restorasi dengan anggaran mereka. Kala, lahan kelola masyarakat, negara turun tangan.
Restorasi, katanya, bukan hanya tugas pemerintah, juga pemegang konsesi. Terlebih, indikasi 77% lokasi indikatif restorasi kawasan budidaya. “Standar kerja restorasi dan monitoring jelas jadi kebutuhan mendesak dan kerjasama konstruktif dengan dunia usaha,” katanya.
Dalam diskusi terakhir beberapa waktu lalu dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, wilayah kerja BRG akan bertambah satu provinsi, Kalimantan Timur.“Tapi kita belum bikin kajian. Akan kobsulltasi dengan KLHK dan pemda.”
Tahun pertama, prioritas kerja BRG di empat kabupaten yakni, Meranti, Musi Banyuasin, Ogan Komering Ilir, dan Pulang Pisau. Dari empat wilayah itu, gambut kawasan lindung 187.817 hektar, budidaya 646.672 hektar. “Peta ini akan dikonsultasikan dengan para pihak,” kata Budi Wardhana, Deputi Perencanaan dan Kerjasama BRG.
Dalam penentuan arahan lokasi restorasi, katanya, berdasarkan empat kriteria, lahan bergambut, kondisi tutupan lahan, kanal dan dampak pengembangan kanal serta historis kebakaran dalam lima tahun terakhir.
“Selanjutnya, arahan restorasi lebih lanjut pada status lahan, topografi dan hidrologis aliran air bawah permukaan, budidaya dan kondisi sosial budaya masyarakat. Pemetaan detail segera dilaksanakan,” katanya.
Alue Dohong, Deputi Konstruksi, Operasi dan Pemeliharaan BRG mengatakan, tengah merampungkan panduan dan prosedur operasional standar (POS) pembangunan infrastruktur pembasahan gambut (canal blocking). Juga pembuatan persemaian (seedling nursery), penanaman lahan gambut, dan pemasangan sumur pipa bor (deep wells).
“Kami sedang mengkonsultasikan panduan dan POS dengan para pakar. Dengan panduan ini konstruksi infrastruktur restorasi hidrologi gambut akan mempunyai standar operasi sama,” katanya.
Pada pertengahan bulan ini, BRG akan aksi cepat membangun sekat kanal bersama masyarakat di Tebing Tinggi Timur, Meranti, Riau dan Pulang Pisau, Kalteng. BRG juga memasang sumur bor di Desa Rimbo Panjang, Kecamatan Tambang, Riau dan tiga desa di Pulang Pisau.
BRG, katanya, menjalin kerjasama dengan pusat penelitian dan universitas yang menjalankan riset gambut baik kepentingan budidaya maupun konservasi seperti kerjasama Universitas Kyoto dan Hokaido Jepang.
“Awal bulan ini BRG akan membangun model etalase aksi restorasi ekosistem rawa gambut di Meranti dan Pulang Pisau,” kata Haris Gunawan, Deputi Litbang. Untuk melengkapi struktur BRG, 24 pakar berbagai bidang tergabung, mulai bekerja.
“Tim Restorasi Gambut Daerah segera dibentuk di daerah-daerah prioritas BRG. Awal April Jambi akan rapat koordinasi teknis Organisasi tata kerja BRG pusat juga disiapkan,” kata Sekretaris BRG, Hartono Prawiratmadja.
Jaring pengaman
Foead mengatakan, BRG berupaya sedini mungkin menghindari dampak sosial dan menyesuaikan dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Untuk itu, disusunlah kebijakan pengaman sosial, terdapat prosedur konsultasi untuk mendapatkan persetujuan masyarakat dalam pembangunan konstruksi dan program aksi restorasi lain. “Persetujuan ini harus diperoleh setelah memberikan informasi awal yang jelas kepada masyarakat.”
Saat ini, BRG memperluas lokasi-lokasi percontohan melibatkan masyarakat, seperti perluasan pembangunan sekat kanal, penanaman vegetasi lokal rawa gambut dan opsi-opsi restorasi lain.
Myrna Safitri, Deputi Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG mengatakan, sudah menyiapkan panduan pengaman sosial yang akan digunakan ketika konstruksi termasuk pemegang konsesi.
“Panduan bagaimana menginformasikan potensi-potensi dampak terhadap masyarakat, menegosiasikan. Nanti ujicoba beberapa desa di Kalteng dan Riau.”
BRG, katanya, menjalin kerjasama dengan sejumlah akademisi, lembaga swadaya masyarakat dan jejaring masyarakat gambut mulai merintis pendataan sekitar 100-an desa di berbagai lokasi. Pemetaan sosial dan pengkinian data terhadap desa-desa itupun mulai berjalan.
“Program relawan dan mahasiswa ber-KKN juga dikembangkan langsung ke desa-desa. Tahap awal BRG bekerjasama dengan Universitas Riau, Universitas Palangkaraya, Universitas Gadjah Mada. Selanjutnya universitas-universitas lain seperti Universitas Jambi, Sriwijaya, Tanjung Pura, Lambung Mangkurat, Cendrawasih dan lain-lain.”
Pendanaan
Kepala Kantor Staf Kepresidenan Teten Masduki mengatakan, restorasi gambut akan terkait para pemegang izin. Dia berharap, pengusaha berperan aktif. “Pengusaha sawit dan HTI harus jadi bagian aksi restorasi gambut. Jangan ada pertentangan.”
Terkait pembiayaan, katanya, memang kini belum ada alokasi khusus tetapi anggaran operasional BRG diusulkan kepada Kementerian Keuangan dan dibahas segera dalam APBN-P.
Kerjasama BRG-UGM
Budi Wardhana, ke UGM, mengatakan, dalam program BRG ada melibatkan mahasiswa KKN. “Universitas kami harapkan menggerakkan modal, termasuk hasil-hasil riset dan melalui keterlibatan mahasiswa KKN,” katanya di Yogyakarta, awal April.
Rektor UGM, Dwikorita Karnawati, mendukung penuh rencana kerja BRG. “Kami juga menyiapkan beberapa hal mendukung rencana restorasi. KKN UGM sejak tahun lalu berjalan di lahan gambut Jambi dan Kalimantan Tengah,” katanya.
Dia mengatakan, dalam penanganan gambut, penting mengembalikan pengelolaan lebih beretika dan bijaksana gambut tak menjadi sumber bencana. “Penting menjaga keberlangsungan ekosistem gambut sebagai kesatuan hidrologis dengan memelihara kelembaban dan sesuai watak asli.”
Wakil Rektor bidang Kerjasama dan Alumni, Paripurna, menjelaskan, KKN sebagai upaya preventif mengatasi kebakaran hutan akan berkoordiasi dengan UGM, BRG, serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
“Selama ini mahasiswa sudah terlibat, namun belum terlalu banyak menunjukkan aksi lapangan. Saya kira, jika didampingi langsung BRG, mereka bisa lebih banyak terlibat dan bekerja sama dengan masyarakat,” kata Paripurna.
KKN di daerah gambut akan menjadi program yang melibatkan berbagai universitas. Para mahasiswa dari berbagai universitas dapat bersama-sama memberikan kontribusi kepada masyarakat sesuai kecakapan mereka.
Pencegahan karhutla
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terjadi karena akumulasi berbagai persoalan alami ataupun kesengajaan manusia. HA Sudibyakto, Ketua Prodi Magister Manajemen Bencana UGM mengatakan, fenomena ini kejadian berulang dengan waktu dapat diprediksi. Semestinya bisa diantisipasi dengan upaya-upaya strategis. “Kita perlu mengerti mana kawasan-kawasan rawan kebakaran, dan antisipasi sebelum hotspot muncul,” katanya.
Dia mengatakan, kunci utama pihak-pihak terkait perlu sama-sama berkontribusi, bukan saling menyalahkan. Penyebab lain karhutla, katanya, kebijakan salah oleh pemerintah pusat maupun daerah.
Selain itu, strategi hukum penting dalam pengelolaan karhutla. “Ketika membicarakan soal hukum, muncul pertanyaan hukum mana yang digunakan? Bagaimana mendayagunakan hukum efektif dan adil?” Dalam hal ini, katanya, strategi tepat dengan menggunakan konsep hukum progresif melibatkan semua komponen bangsa.