Jayapura – Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ferry Mursyidan Baldan mendorong upaya verifikasi batas-batas tanah masyarakat adat Provinsi Papua. Verifikasi dilakukan agar hak komunal masyarakat adat asli Papua tidak semakin tersingkirkan.
“Yang pertama kami lakukan adalah memverifikasi hak atas tanah masyarakat adat di Papua. Yakni, menetapkan batas wilayah masyarakat adat,” kata Ferry saat penyerahan 6.861 bidang sertipikat hak atas tanah kegiatan legalisasi aset/Prona dan Reforma Agraria 2016 di Kantor Gubernur Provinsi Papua, Kamis (23/6).
Dijelaskan, verifikasi batas-batas tanah adat di Papua bisa dilakukan atas dasar Permen Nomor 9 Tahun 2015 tentang Hak Komunal. Dalam permen tersebut ada tiga basis point yang bisa dilakukan.
Pertama, negara mengakui hak atas tanah adat. Artinya, jika tanah adat berada di sebuah kawasan di atas HGU yang sudah dikeluarkan, maka luasan HGU bisa direvisi.
Kedua, adanya pengakuan negara kepada masyarakat yang sudah tinggal dan hidup selama 10 tahun maka negara akan menginkrahkan tanah tersebut. Ketiga, lembaga koperasi daerah juga sudah bisa memiliki hak atas tanah.
“Berbeda dengan masa lalu, koperasi tidak bisa mempunyai hak untuk memiliki tanah, tetapi menggunakan nama pimpinan pengurusnya dan biasanya berujung konflik,” ucap Ferry.
Menurutnya, Permen Nomor 9 Tahun 2015 dikeluarkan untuk menghindari konflik atas tanah masyarakat di daerah. Untuk itu, berangkat dari Permen tersebut, Kementerian ATR akan memverifikasi tanah-tanah adat di Papua.
“Permen 9 Tahun 2015 mengakui sebuah komunitas adat atas tanahnya. Kita juga membuat tim untuk menetapkan batas wilayah suku-suku di Papua, seperti yang pernah kami lakukan dalam penetapan batas wilayah bagi masyarakat Badui,” ujar Ferry.
Jika semua itu bisa dilakukan, maka akan ada penegasan bahwa tanah di seluruh wilayah Papua adalah tanah masyarakat, bukan tanah kosong. “Tidak ada tanah di Papua yang tidak bertuan, walau pun belum teradministrasikan,” katanya.
Khusus untuk Papua, Menteri ATR/Kepala BPN menegaskan, hak komunal dengan Permen No 9 Tahun 2015 masih bisa disempurnakan. Termasuk, upaya merevisi agar bisa mengakomodasi lahan-lahan adat rakyat Papua.
“Jika diperlukan, kami akan mengeluarkan revisi Permen. Jika terlalu banyak dan luas, bisa kami keluarkan Peraturan Menteri Khusus (Permensus) bagi tanah di Papua,” ujar Ferry.
Di tempat yang sama, anggota Komisi II DPR Komarudin Watubun mendorong pemerintah, dalam hal ini Kementerian ATR/BPN, untuk melakukan percepatan sertifikasi lahan bagi masyarakat Papua. Selama ini, menurut Komarudin, dari wilayah pantai hingga ke pegunungan di Papua hanya berstatus tanah adat.
“Tanah adat ini sangat butuh legitimasi dari negara. Jika tidak, masyarakat Papua akan tergusur dari tanahnya sendiri. Ada pekerjaan besar di sini, yakni bagaimana tanah-tanah di Papua bisa disertifikasi,” kata Komarudin.
Menurutnya, selama ini setiap tahun selalu saja ada klaim dari perusahaan-perusahaan besar yang mencaplok tanah masyarakat Papua. Jika dibiarkan, maka ke depan hampir bisa dipastikan masyarakat Papua akan hidup menumpang di tanah kelahirannya.
“Klaim dari perusahaan-perusahan besar akan menjadi malapetaka bagi masyarakat Papua. Kalau sekarang bagi 1.000 atau 2.000 sertifikat, besok balik lagi harus bagi 100.000 sertifikat untuk rakyat papua,” ucapnya.
Untuk itu, menurutnya, saat ini pemerintah melalui Kementerian ATR/ BPN harus menyiapkan program khusus yang cakupannya lebih luas untuk menyukseskan sertifikasi aset tanah bagi masyarakat Papua
Sumber: http://www.beritasatu.com/nasional/371481-pemerintah-akan-verifikasi-batas-wilayah-tanah-adat-rakyat-papua.html