Pemetaan Partisipatif

Penyelesaian Konflik Pertanahan Harusnya Jadi Prioritas Reforma Agraria

144145220140923-110105-resized780x390
Sengketa Tanah, Warga Rawamangun Protes di depan Mapolres Jakarta Timur (13/9/2014). Berita Terkait

Reforma Agraria merupakan salah satu program nasional pemerintah yang dicanangkan selama 5 tahun.

Tahun depan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berencana membagikan 2-3 juta sertifikat tanah sebagai bagian dari program Reforma Agraria.

Namun, menurut Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin target program ini harus difokuskan pada redistribusi tanah, dan penyelesaian konflik agraria.

“Legalisasi atau sertifikasi tanah ini bukanlah program Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) dan disebut Reforma Agraria,” ujar Iwan kepada Kompas.com, Senin (1/8/2016).

Iwan menuturkan, Reforma Agraria sebaiknya merupakan legalisasi atau sertifikasi tanah yang berasal dari tanah-tanah hasil program redistribusi.

Jika sertifikasi dilakukan tanpa proses penataan agraria berupa program redistribusi dan penyelesaian konflik, justru akan mengukuhkan ketimpangan agraria yang selama ini terjadi.

“Misalnya, rakyat yang tanahnya gurem diberi sertifikat dan pribadi bertanah luas juga diberi sertifikat. Bukankah ketimpangannya jadi dilegalisasi oleh hukum?” sebut Iwan.

Jika hal ini terjadi, Iwan mempertanyakan siapa yang akan melayani masyarakat yang tidak bertanah.

Sementara di satu sisi, petani gurem dan tak bertanah diberi cara agar mempunyai tanah justru merupakan esensi dari Reforma Agraria.

 

Sumber: http://properti.kompas.com/read/2016/08/02/080000121/Penyelesaian.Konflik.Pertanahan.Harusnya.Jadi.Prioritas.Reforma.Agraria