Seminar Nasional “Satu Tahun Implementasi Kebijakan Satu Peta” Dan Forum Anggota JKPP VII
Bogor, 22-24 Februari 2017
LATAR BELAKANG
Pada awal bulan Februari tahun 2016 Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta (KSP) pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000, dengan pertimbangan dalam rangka mendorong penggunaan informasi Geospasial untuk pelaksanaan pembangunan. Perpres ini menegaskan, bahwa Percepatan Pelaksanaan KSP pada tingkat ketelitian peta skala 1:50.000 bertujuan untuk terpenuhinya satu peta yang mengacu kepada satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data dan satu geoportal guna percepatan pelaksanaan pembangunan nasional. Kebijakan ini juga dianggap sangat mendesak dilakukan sebagai upaya mencegah tumpang tindih dan konflik pemanfaatan ruang yang seringkali menghambat aktivitas ekonomi dan pembangunan khususnya investasi serta mendukung terwujudnya agenda prioritas Nawacita. Perpres ini juga diluncurkan melalui bagian dari paket kebijakan ekonomi Jilid VIII. Unduh disini
Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000 sebagaimana dimaksud berfungsi sebagai :
- Acuan data IGT (Informasi Geospasial Tematik) pada masing-masing sektor
- Acuan perencanaan pemanfaatan ruang skala luas yang terintegrasi dalam dokumen Rencana Tata Ruang
Adapun Percepatan Pelaksanaan KSP dilakukan melalui 4 (empat) kegiatan, yaitu:
- Kompilasi data IGT yang dimiliki oleh Kementerian/Lembaga, Kelompok Kerja Nasional IGT, dan/atau pemerintah daerah untuk seluruh wilayah Indonesia
- Integrasi data IGT melalui proses koreksi dan verifikasi IGT terhadap IGD (informasi Geospasial Dasar)
- Sinkronisasi dan penyelarasan antar data IGT yang terintegrasi
- Penyusunan rekomendasi dan fasilitas penyelesaian permasalahan IGT, termasuk penyediaan alokasi anggaran dalam rangka penyelesaian permasalahan tersebut
Dalam rangka Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta, pemerintah telah membentuk Tim Percepatan KSP, yang bertugas: a) melakukan koordinasi strategis yang dibutuhkan untuk percepatan pelaksanaan KSP, b) membuat dan menetapkan kebijakan dalam rangka penyelesaian permasalahan dan hambatan percepatan pelaksanaan KSP, c) melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap percepatan pelaksanaan KSP pada umumnya dan rencana aksi percepatan pelaksanaan KSP pada khususnya, dan d) memberikan arahan kepada Tim Pelaksana agar sesuai dengan tujuan percepatan pelaksanaan KSP yang telah ditetapkan.
Sebenarnya gagasan Kebijakan Satu Peta ini telah dilontarkan sejak akhir masa jabatan Presiden SBY, namun baru terimplementasi pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo dengan keluarnya Perpres Nomor 9 Tahun 2016 ini. Sejak awal gagasan KSP ini hadir, JKPP bersama mitra memandang hal ini merupakan salah satu peluang untuk mendorong peta-peta partisipatif masyarakat adat/lokal yang merupakan bentuk peta-peta penguasaan ruang masyarakat adat/lokal untuk dapat terintegrasi, diverifikasi dan disinkronisasikan dengan peta-peta sektoral lainnya, sehingga konflik ruang dan lahan antara masyarakat adat/lokal dengan pihak lain (pemerintah, korporasi) yang selama ini terjadi dapat diselesaikan. Selain itu hal yang penting adalah pemetaan partisipatif dapat diakui baik secara metodologi maupun data spasial yang dihasilkan dari proses pemetaan partisipatif.
Peta yang dihasilkan dari proses pemetaan partisipatif merupakan peta tematik penguasaan ruang masyarakat adat/lokal, dari total luas pemetaan partisipatif 10,22 Juta Ha, 77% tumpang tindih dengan kawasan hutan, 46% tumpang tindih dengan perizinan (perkebunan, tambang), sehingga melalui proses verifikasi, integrasi dan sinkronisasi peta partisipatif dengan peta sektoral lainnya dalam implementasi KSP diharapkan dapat menyelesaikan konflik akibat tumpang tindih penguasaan ruang tersebut.
Dalam setahun perjalanannya, Kelompok Kerja Nasional IGT (Pokja Nasional IGT) masih dalam tahap koordinasi untuk mengumpulkan (kompilasi) data spasial tematik antar Kementerian dan Lembaga, Pelibatan masyarakat sipil dalam Pokja Nasional IGT belum terjadi, padahal salah satu Pokja Nasional IGT adalah untuk IGT Masyarakat dan Masyarakat Hukum Adat.
Kebijakan Satu Peta dalam perspektif JKPP dan mitra tidak hanya persoalan menyatukan informasi Geospasial diantara K/L saja dalam satu peta agar tidak tumpang tindih, tetapi juga penting untuk menyatukan peta-peta partisipatif yang dibuat masyarakat adat/lokal sebagai bukti kepemilikan (hak) dan penguasaan ruang masyarakat sehingga tidak tumpang tindih dengan peta-peta sektoral tersebut. Tujuan integrasi peta partisipatif dalam Kebijakan Satu Peta berguna untuk memverifikasi peta-peta sektoral pemerintah (K/L) atau swasta dan juga sebagai salah satu upaya agar peta partisipatif dapat berdiri sejajar diantara peta-peta sektoral pemerintah dan swasta. Integrasi peta partispatif kedalam KSP dimaksudkan bukan hanya peta partisipatif diterima oleh pihak K/L yang dilihat dari sisi aspek Satu Referensi, Satu Standar, Satu Database, dan Satu Geoportal, justru penting juga dilihat dari sisi proses pembuatan maupun publikasinya. JKPP berharap kebijakan satu peta bukan sebatas mengumpulkan gambar wilayah parsial dari para pihak, melainkan juga memandang penting adanya proses check and recheck dilapangan melalui satu model sistem verifikasi (kartografis, status dan fungsi ruang), registrasi (status dan ruang) dan integrasi yang legal, legitimate dan partisipatif.
Selama ini Peta Partisipatif yang difasilitasi oleh JKPP, Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif (SLPP) serta mitra lainnya yang aktif dalam pemetaan partisipatif masih diposisikan sebagai Peta Indikatif karena dianggap belum menggunakan standarisasi yang ada di BIG (aspek metodologi dan alat). BIG cenderung masih melihat peta partisipatif dari sisi teknis tetapi tidak melihat dari sisi sosial yang sudah terbangun di masyarakat. Membuat kesepakatan tata batas antar desa/adat lebih berat ketimbang persoalan teknis membuat peta. Setidaknya peta partisipatif sudah bisa dipakai sebagai alat verifikasi bagi pemerintah terhadap persoalan tata batas yang selama ini terjadi.
Disisi lain terdapat pengakuan dan penghormatan terhadap metodologi pemetaan partisipatif dan peta yang dihasilkan. Kebutuhan pemerintah daerah terhadap informasi geospasial di wilayahnya cukup penting dan urgent. Ddalam kurun waktu 3 tahun ini JKPP membangun kerjasama dengan beberapa pemerintah daerah untuk melakukan pemetaan batas antar desa, perencanaan tata guna lahan kawasan perdesaan, mendorong perlindungan lahan pangan dan pertanian berkelanjutan serta mengidentifikasi wilayah masyarakat adat sebagai dasar pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat. Selain itu kebijakan pemerintah yang hadir saat ini membutuhkan informasi geospasial yang dipenuhi oleh proses-proses pemetaan partisipatif, alokasi Perhutanan Sosial yang ditargetkan seluas 12,7 juta Ha, 9 juta Ha Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA), Hutan Adat dan lain-lain, selama ini menggunakan peta partisipatif sebagai dasar acuan penunjukan wilayahnya.
Kini, selama 1 tahun perjalanan Implementasi Kebijakan Satu Peta ini penting kiranya untuk mengetahui sejauh mana proses percepatan implementasi KSP dari para pihak yang berkompeten terkait kemajuan, hambatan dan tantangan implementasi Kebijakan Satu Peta ini melalui Seminar “Satu Tahun Implementasi Kebijakan Satu Peta”.
TUJUAN SEMINAR
- Mengetahui Peta Jalan Implementasi Kebijakan Satu Peta pemerintah (Kementerian dan Lembaga)
- Mengetahui kemajuan, hambatan dan tantangan Implementasi Kebijakan Satu Peta
- Identifikasi Peluang Integrasi Peta Masyarakat (Adat dan Lokal) dalam Kebijakan Satu Peta
HASIL YANG DIHARAPKAN
- Peserta mengetahui Peta Jalan Implementasi Kebijakan Satu Peta dimasing-masing Kementerian dan Lembaga
- Peserta mengetahui kemajuan, hambatan dan tantangan dalam Implementasi Kebijakan Satu Peta
- Peserta mengetahui peluang Integrasi Peta Masyarakat (Adat dan Lokal) dalam Kebijakan Satu Peta
PENDUKUNG SEMINAR
Seminar Nasional “Satu Tahun Implementasi Kebijkan Satu Peta” ini didukung oleh JKPP bersama mitra.
PESERTA SEMINAR
1 | AGRA | 16 | Greenpeace | 31 | KEHATI |
2 | AMAN | 17 | HuMA | 32 | Kemitraan |
3 | ARC | 18 | ICEL | 33 | KIARA |
4 | AURIGA | 19 | ICRAFT | 34 | KONTRAS |
5 | BRWA | 20 | IHCS | 35 | KPA |
6 | Burung Indonesia | 21 | IGJ | 36 | KPRI |
7 | CIFOR | 22 | ILC ASIA | 37 | KpSHK |
8 | CLUA | 23 | IMN | 38 | LEI |
9 | Epistema | 24 | ITB | 39 | LIPI |
10 | ELSAM | 25 | Jaring Pela | 40 | Masyarakat Desa Henda |
11 | FKKM | 26 | JATAM | 41 | NTFP-EP |
12 | FORD FOUNDATION | 27 | JPIK | 42 | OXFAM INDONESIA |
13 | Forum Tata Ruang Luwu Utara | 28 | Kapal Perempuan | 43 | PUSAKA |
14 | FPP | 29 | Kaoem Telapak | 44 | Pusat Kajian Agraria |
15 | FWI | 30 | Kasepuhan Banten | 45 | Prakarsa |
46 | P4W IPB | 58 | WGT |
47 | SAINS | 59 | World Bank |
48 | Samdhana Institute | 60 | WRI |
49 | Sawit Watch | 61 | WWF |
50 | Solidaritas Perempuan | 62 | Pemerintah Daerah Propinsi Papua |
51 | SPKS | 63 | Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Tengah |
52 | SPI | 64 | Pemerintah Daerah Kab. Pulang Pisau |
53 | The Asia Foundation | 65 | Pemerintah Daerah Kab. Luwu Utara |
54 | TUK Indonesia | 66 | Pemerintah Daerah Kab. Lebak |
55 | UGM | 67 | Pemerintah Daerah Kab. Propinsi Papua |
56 | UNDP | 68 | Pemerintah Daerah Kab. Wonosobo |
57 | Walhi Eksekutif Nasional |
Kementerian dan Lembaga
- Kantor Staf Kepresidenan
- Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN
- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
- Kementerian Dalam Negeri
- Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
- Kementerian Kelautan dan Perikanan
- Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
- Badan Informasi Geospasial
- Badan Perencanaan Nasional
- Badan Restorasi Gambut
AGENDA SEMINAR NASIONAL
Waktu | Acara | Tema | Nara Sumber | PIC | |
08.30 – 09.00 | Registrasi Peserta | Panitia | |||
09.00 – 09.30 | Pembukaan | MC | |||
Sambutan Dewan Nasional JKPP | Laksmi A. Savitri | ||||
09.30 – 10.00 | Coffee Break | Panitia | |||
Seminar Nasional
Satu Tahun Implementasi Kebijakan Satu Peta (KSP) |
|||||
Waktu | Tema | Nara Sumber | PIC | ||
10.00 – 12.30 | Kemajuan Pelaksanaan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta dan Ruang Partisipasi Data Spasial Masyarakat Hukum Adat/Masyarakat Lokal | Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik, Badan Informasi Geospasial | Moderator : Wimar Witoelar | ||
Menuju Sinkronisasi IGT antar sektor dan Partisipasi Mitra
Pembangunan |
Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian | ||||
Urgensi Data Spasial Pemetaan Partisipatif dalam membangun Kebijakan Satu Data Nasional | Deputi II Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Sosial, Ekologi dan Budaya Strategis, Kantor Staff Kepresidenan | ||||
Pengukuhan Kawasan Hutan melalui Pelibatan Masyarakat: Kedudukan Peta-Peta Partisipatif dalam perbaikan tata kelola hutan Indonesia | Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan | ||||
Pengakuan Hak Ulayat/Hak Komunal dalam kerangka Administrasi Penataan Ruang di Indonesia: Kedudukan Peta- Peta Partisipatif dalam mendorong Penataan Ruang yang Partisipatif | Direktur Jenderal Tata Ruang, Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN |
||||
Kewenangan Desa dalam Penataan dan Pengelolaan Wilayah Desa yang Partisipatif dan kontribusinya untuk menyelesaikan penegasan batas Desa | Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa, Kementerian Dalam Negeri | ||||
Hak Asal Usul dalam penataan Desa Adat untuk peningkatan kesejahteraan Masyarakat Desa | Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | ||||
Kontribusi Pemetaan Partisipatif dalam tata kelola ruang dan sumber daya alam: Kebijakan Satu Peta terobosan perbaikan penataan ruang di Indonesia | Koordinator Nasional Jaringan Kerja Pemetaan
Partisipatif (JKPP) |
||||
12.30 – 13.00 | Konferensi Pers |
|
YPB, Panitia | ||
12.30 – 13.30 | Ishoma | Panitia | |||
13.30 – 16.00 | PANEL SEMINAR | ||||
Panel 1
Perluasan Wilayah Kelola Rakyat |
|||||
Waktu | Tema | Nara Sumber | PIC | ||
13.30 – 16.00 | Peluang dan kontribusi Pemetaan Partisipatif dalam
Kebijakan Reforma Agraria |
Direktur Landreform Pada Ditjen Penataan
Agraria, ATR/BPN RI |
Moderator | ||
Peluang dan kontribusi Pemetaan Partisipatif dalam
Kebijakan Perhutanan Sosial |
Direktur Penyiapan Perhutanan Sosial pada
Ditjen PSKL |
||||
Peluang dan kontribusi Pemetaan Partisipatif dalam mendorong Kawasan Perdesaan yang menjamin Wilayah Kelola Rakyat | Direktur Perencanaan Pembangunan Kawasan Pedesaan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | ||
Pengalaman Pemrov Sulawesi Tengah dalam mendorong pengakuan Wilayah Kelola Rakyat: Studi Perhutanan Sosial di Sulawesi Tengah | Pem Prov. Sulawesi Tengah | ||
Pemetaan Partisipatif dan kontribusinya dalam mendorong perhutanan sosial | Wahanan Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Eksekutif Nasional | ||
Pemetaan Partisipatif dan kontribusinya dalam mendorong reforma agraria | Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) | ||
Potret terkini PIAPS | Forest Watch Indonesia (FWI) | ||
Menuju Perhutanan Sosial yang Mencerminkan Pengelolaan
Hutan Berbasis Kerakyatan |
Konsorsium Pendukung Sistem Hutan
Kerakyatan (KpSHK) |
||
Panel 2
Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat |
|||
Waktu | Tema | Nara Sumber | PIC |
13.30 – 16.00 | Kontribusi Pemetaan Partisipatif dan Peran Masyarakat Hukum Adat dalam Percepatan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat: Pengalaman dalam Pokja Masyarakat dan Hukum Adat | Direktur Kawasan, Perkotaan dan Batas Negara,Direktorat Jendral Bina Administrasi Kewilayahan, Kementerian Dalam Negeri | Moderator |
Mekanisme dan Standardisasi adopsi Peta-Peta Partisipatif dalam mendukung kinerja Pokja Masyarakat dan Hukum Adat” | Kepala Bidang Pemetaan Kebencanaan dan
Perubahan Iklim, Badan Informasi Geospasial |
||
Peran dan Kebijakan Walidata dalam mengumpulkan Peta- Peta Partisipatif untuk melengkapi IGT Wilayah Adat | Direktorat Survei dan Pemetaan Tematik, Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertanahan Nasional | ||
Pengalaman Pemda dalam mendukung pengumpulan IGT Wilayah Adat | Pemda Kab. Jayapura |
Pengalaman Pemda dalam mendukung pengumpulan
Informasi Geospasial Tematik Wilayah Adat |
Pemda Kab. Lebak | ||
Pengalaman Pemda dalam mendukung pengumpulan IGT Wilayah Adat | Pemda Kab. Bulukumba | ||
Strategi Perluasan dan Pasca Penetapan Hutan Adat | Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) | ||
Refleksi mendorong “Percepatan Pengakuan Wilayah Adat melalui Kebijakan Daerah” | Epistema Institute | ||
Refleksi Panjang Perjuangan Mendorong Penetapan Hutan
Adat |
Perkumpulan HuMa | ||
Urgensi Registrasi Wilayah Adat dalam percepatan pengakuan | BRWA (Badan Registrasi Wilayah Adat) | ||
Panel 3
Inisiatif Pengakuan Wilayah Kelola Rakyat (Kebijakan Nasional VS Kebijakan Daerah) |
|||
Waktu | Tema | Nara Sumber | PIC |
13.30 – 16.00 | Kewenangan Desa dalam pengelolaan Wilayah Kelola Rakyat dan
Peran Pemerintah Daerah” |
Direktur Penataan dan Administrasi Pemerintahan Desa, Pada Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa, Kementerian Dalam Negeri | Moderator |
Kerangka Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengakuan Wilayah
Kelola Rakyat” |
Direktur Pemberdayaan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia | ||
Pengakuan Wilayah Kelola Rakyat Melalui Sustainable Land
Use Planning (SLUP). |
Pemda Kab. Luwu Utara | ||
Upaya memastikan wilayah kelola rakyat melalui
Perlindungan lahan Pangan Pertanian Berkelanjutan |
Pemda Kab. Pulang Pisau | ||
Pemetaan dan Perencanaan Desa dalam merespon Undang- Undang Desa. | Pemda Kab. Wonosobo | ||
RUU Perkelapasawitan | Sawit Watch |
Peta Partisipatif Untuk Resolusi Konflik | Impartial Mediator Network (IMN) | ||||
16.00 – 16.30 | Penutupan Seminar | ||||
Add Comment