Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta (KSP) pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000, dengan pertimbangan dalam rangka mendorong penggunaan informasi Geospasial untuk pelaksanaan pembangunan. Perpres ini menegaskan, bahwa Percepatan Pelaksanaan KSP pada tingkat ketelitian peta skala 1:50.000 bertujuan untuk terpenuhinya satu peta yang mengacu kepada satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data dan satu geoportal guna percepatan pelaksanaan pembangunan nasional. Kebijakan ini juga dianggap sangat mendesak dilakukan sebagai upaya mencegah tumpang tindih dan konflik pemanfaatan ruang yang seringkali menghambat aktivitas ekonomi dan pembangunan khususnya investasi serta mendukung terwujudnya agenda prioritas Nawacita. Perpres ini juga diluncurkan melalui bagian dari paket kebijakan ekonomi Jilid VIII.
Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000 sebagaimana dimaksud berfungsi sebagai :
a. Acuan data IGT (Informasi Geospasial Tematik) pada masing-masing sektor
b. Acuan perencanaan pemanfaatan ruang skala luas yang terintegrasi dalam dokumen Rencana Tata Ruang.
Adapun Percepatan Pelaksanaan KSP dilakukan melalui 4 (empat) kegiatan, yaitu:
(1.) Kompilasi data IGT yang dimiliki oleh Kementerian/Lembaga, Kelompok Kerja Nasional IGT, dan/atau pemerintah daerah untuk seluruh wilayah Indonesia; (2) Integrasi data IGT melalui proses koreksi dan verifikasi IGT terhadap IGD (informasi Geospasial Dasar); (3) Sinkronisasi dan penyelarasan antar data IGT yang terintegrasi; (4) Penyusunan rekomendasi dan fasilitas penyelesaian permasalahan IGT, termasuk
penyediaan alokasi anggaran dalam rangka penyelesaian permasalahan tersebut.
Dalam rangka Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta, pemerintah telah membentuk Tim Percepatan KSP, yang bertugas: (a) melakukan koordinasi strategis yang dibutuhkan untuk percepatan pelaksanaan KSP, (b) membuat dan menetapkan kebijakan dalam rangka penyelesaian
permasalahan dan hambatan percepatan pelaksanaan KSP, (c) melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap percepatan pelaksanaan KSP pada umumnya dan rencana aksi percepatan pelaksanaan KSP pada khususnya, dan (d) memberikan arahan kepada Tim Pelaksana agar sesuai dengan tujuan percepatan pelaksanaan KSP yang telah ditetapkan.
Sebenarnya gagasan Kebijakan Satu Peta ini telah dilontarkan sejak akhir masa jabatan Presiden SBY, namun baru terimplementasi pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo dengan keluarnya Perpres Nomor 9 Tahun 2016 ini.
Sejak awal gagasan KSP ini hadir, Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) bersama mitra memandang hal ini merupakan salah satu peluang untuk mendorong peta-peta partisipatif masyarakat adat/lokal yang merupakan bentuk peta-peta penguasaan ruang masyarakat adat/lokal untuk dapat terintegrasi, diverifikasi dan disinkronisasikan dengan peta-peta sektoral lainnya, sehingga konflik ruang dan lahan antara masyarakat adat/lokal dengan pihak lain (pemerintah, korporasi) yang selama ini terjadi dapat diselesaikan. Selain itu hal yang penting adalah pemetaan partisipatif dapat diakui baik secara metodologi maupun data spasial yang dihasilkan dari proses pemetaan partisipatif.
Peta yang dihasilkan dari proses pemetaan partisipatif merupakan peta tematik penguasaan ruang masyarakat adat/lokal, dari total luas pemetaan partisipatif 10,22 Juta Ha, 77% tumpang tindih dengan kawasan hutan, 46% tumpang tindih dengan perizinan (perkebunan, tambang), sehingga melalui proses verifikasi, integrasi dan sinkronisasi peta partisipatif dengan peta sektoral lainnya dalam implementasi KSP diharapkan dapat menyelesaikan konflik akibat tumpang tindih penguasaan ruang tersebut.
Dalam setahun perjalanannya, Kelompok Kerja Nasional IGT (Pokja Nasional IGT) masih dalam tahap koordinasi untuk mengumpulkan (kompilasi) data spasial tematik antar Kementerian dan Lembaga, Pelibatan masyarakat sipil dalam Pokja Nasional IGT belum terjadi, padahal salah satu Pokja Nasional IGT adalah untuk IGT Masyarakat dan Masyarakat Hukum Adat.
Kebijakan Satu Peta dalam perspektif JKPP dan mitra tidak hanya persoalan menyatukan informasi Geospasial diantara K/L saja dalam satu peta agar tidak tumpang tindih, tetapi juga penting untuk menyatukan peta-peta partisipatif yang dibuat masyarakat adat/lokal sebagai bukti kepemilikan (hak) dan penguasaan ruang masyarakat sehingga tidak tumpang tindih dengan peta-peta sektoral tersebut. Tujuan integrasi peta partisipatif dalam Kebijakan Satu Peta berguna untuk memverifikasi peta-peta sektoral pemerintah (K/L) atau swasta dan juga sebagai salah satu upaya agar peta partisipatif dapat berdiri sejajar diantara peta-peta sektoral pemerintah dan swasta.
Integrasi peta partispatif kedalam KSP dimaksudkan bukan hanya peta partisipatif diterima oleh pihak K/L yang dilihat dari sisi aspek Satu Referensi, Satu Standar, Satu Database, dan Satu Geoportal, justru penting juga dilihat dari sisi proses pembuatan maupun publikasinya. JKPP berharap kebijakan satu peta bukan sebatas mengumpulkan gambar wilayah parsial dari para pihak, melainkan juga memandang penting adanya proses check and recheck dilapangan melalui satu model sistem verifikasi (kartografis, status dan fungsi ruang), registrasi (status dan ruang) dan integrasi yang legal, legitimate dan partisipatif.
Add Comment