Pemetaan Partisipatif

Launching Sistem Geodata CSO 3.0 (geodata-cso.org)

IMG-20140723-WA0003

Pada tanggal 23 Juli 2014 bertempat di Hotel Fave Wahim Hasyim, JKPP bersama anggota GDN lain yang terdiiri dari Sawit Watch, Huma, KpSHK, JATAM, KPA, FWI dan Buka Peta  telah melaunching sistem geodata CSO terbaru terkait pendataan konflik agraria dan sumber daya alam.

Selain launching sistem terbaru Geodata CSO 3.0, anggota GDN melakukan siaran press dengan mengangkat tema “Kawasan Kelola Rakyat, Mau Kemana? Posisi Sumberdaya Alam di Indonesia Terkini. Tema  ini erat kaitanya dengan data yang ditunjukan melalui sistem GDN, dimana telah terjadi perampasan ruang hidup masyarakat secara sistematis yang dilakukan oleh pemerintah melalui pemberian konsesi – konsesi kepada perusahaan. Berdasarkan pemetaan partisipatif yang dilakukan oleh anggota Jaringan Kerja Pemetaan partisipatif (JKPP) hingga tahun 2013, tercatat dari luasan 5.263.058,28 ha wilayah kelola rakyat, kurang lebih 4.050.253,38 atau 81,4 % tumpang tindih dengan kawasan hutan dan sekitar luasan 2.637.953,94ha bertumpang tindih dengan perijinan (konsesi HPH, tambang, sawit dan HTI).

Ratusan konflik terjadi dengan berbagai macam frekuensi yang berlangsung di 98 kota/kabupaten di 26 provinsi dengan luasan area konflik mencapai 2.043.287 hektar atau lebih dari 20 ribu km² (HuMa). Selain itu, di tahun ini korban terkait konflik sumber daya alam dan agraria bertambah. Korban jiwa mencapai 21 orang tewas, 30 tertembak dan 130 orang  mengalami penganiayaan dan 239 ditahan aparat keamanan (KPA).

Data hasil kompilasi dan analisis yang disiapkan oleh tim kerja GDN dalam sistem akan membantu publik dalam mengetahui kondisi pengelolaan Sumberdaya alam, sehingga pengembangan sistem database GDN mejadi bagian dalam suatu sistem penyediaan data dan informasi yang interaktif bagi penggunannya.

Selain itu, melalui sistem GDN diharapkan bisa memperkuat advokasi dalam mempertegas wilayah kelola rakyat atas sumber daya alam melalui suatu penyajian sistem data dan informasi spasial yang bisa dijadikan sebagai acuan dalam melaksanakan penyelesaian konflik sumberdaya alam dan ketimpangan penguasaan sumberdaya alam.

Sumber: Dewi Sutejo