Pemetaan Partisipatif

Kota Semarang Segera Berlakukan Perda Drainase Pertama di Indonesia

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASAKawasan Kota Lama masih meninggalkan jejak keindahan bangunan masa lalu di Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (6/6/2014). Kemegahan Kota Lama yang dulu metropolis meredup seiring hancurnya bangunan-bangunan karena tak terawat setelah ditinggalkan pemiliknya.

j
SEMARANG, KOMPAS.com – Pemerintah Kota Semarang bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dikabarkan telah bersepakat membuat masterplan Rencana Induk Sistem Drainase untuk mengantisipasi banjir dan rob yang terjadi di Kota Semarang. Rencana induk itu diwujudkan dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah (Raperda). Ketua Panitia Khusus Raperda Rencana Induk Sistem Drainase, Agung Budi Margono, mengatakan bahwa raperda drainase adalah yang pertama ada di Indonesia.

Raperda ini akan berimplikasi langsung pada empat hal, yakni soal perencanaan, pemerintahan, masyarakat dan para pengembang.

“Dalam hal perencanaan, perda ini akan merubah paradigma pengeloaan banjir. Dulu, paradigma yang ada membuat saluran, tapi kini paradigma baru pengelolaannya dengan memimalkan air hujan langsung ke saluran, tapi ke air tanah,” kata Agung dalam sebuah acara di Semarang, Rabu (17/9/2014).

Menurut dia, jika paradigma pembangunan hanya membuat saluran air, dia memprediksi tak akan bisa menyelesaikan masalah. Berapapun banyak membuat saluran air tidak bisa menangani banjir dan rib jika tidak dikelola dengan baik.

Raperda drainase ini, ujar dia, menghendaki agar tidak saja membuat saluran semata, tapi pembangunan berkelanjutan. Program yang dibangun mulai dari hulu ke hilir, pembangunan biopori, embung, polder, hingga kolam retensi, atau kegiatan lain.

“Persoalan yang ada tidak saja soal saluran, juga normalisasi saluran. Perda ini juga telah disesuaikan dengan aturan tata ruang hingga tahun 2031,” ujarnya.

Dalam tataran implikasi, kata Agung, nantinya di tataran Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) tidak bisa saling lempar tanggung jawab. Untuk itu, nantinya akan dibuatkan nota kesepahaman terkait peran dan tugas masing-masing SKPD.

“Nanti ada MoU, siapa berbuat apa, berapa dan kapan itu dieksekusi,” paparnya.

Perda induk ini telah disahkan dalam rapat paripurna DPRD Kota Semarang bulan Agustus lalu. Saat ini, Raperda diserahkan ke meja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk mendapat penomoran. Pengamat Hukum Lingkungan dari Universitas Sultan Agung Semarang, Rahmat Bowo Soeharto mengatakan bahwa raperda sistem drainase sebisa mungkin untuk bisa melibatkan wilayah lain, terutama kerjasama program di wilayah perbatasan.

Menurut dia, masalah lingkungan di wilayah perbatasan daerah tidak bisa hanya diselesaikan di tataran administratif.

“Kalau rapeda induk ini satu-satunya yang pertama di Indonesia harus disesuaikan perda lain, misalnya soal bangunan gedung tinggi. Perda ini juga harus mendapatkan dukungan dari masyarakat,” paparnya.

Selain hal tersebut, Rahmat juga mengapresiasi adanya Perda drainase yang memberikan jangka waktu pelaksaan. Hal tersebut berkaitan dengan kebijakan penataan tata ruang Kota Semarang ke depan.

“Jangan nanti setelah Perda ini berlaku, sampai buat keputusan yang bertentangan dengan penataan ruang. Soalnya, sekarang ini sudah ada pidana soal penataan ruang. UU sudah membuat kebijakan salah sudah bisa masuk penjara,” ingatnya.