TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK –Pemberian izin membukaan lahan perkebunan, hutan tanam industri, dan pertambangan telah menyingkirkan hak masyarakat adat dan lokal. Keluarnya kebijakan penataan ruang dari Kementerian Kehutanan melalui SK 936/Menhut-II/2013, masih memunculkan pro dan kontra dari beberapa kalangan.
Keputusan tersebut berisi tentang peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan seluas kurang lebih 554.137 hektar, perubahan fungsi kawasan hutan seluas kurang lebih 352.772 hektar, dan penunjukan kawasan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas kurang lebih 52.386 hektar di Provinsi Kalimantan Barat.
“Kita perlu mengintervensi isu kebijakan itu sebaagi isu strategis advokasi. Karena masih terjadi eksploitasi yang berlebihan sebagai kebijakan pembangunan nasional tapi masyarakat adat dan lokal tidak sebagai subjek,” kata Manager Kampanye Walhi Kalbar Hendrikus Adam, pada diskusi Menilik Kebijakan Penataan Ruang di Kalbar, di kantor Walhi, Kamis (13/2/2014).
Adam mengatakan, gabungan koalisi tata ruang begitu penting untuk merespon kebijakan tata ruang di Kalbar, mengingat dalam waktu dekat Perda RT/RW di beberapa kabupaten akan disahkan.
“Kebijakan formal dianggap penting setelah muncul UU Nomor 24/1992 tentang penataan ruang. Karena jika tidak ada intervensi akan terus berlangsung praktek-praktek pengabaian hak sehingga hak masyarakat lokal kian terpinggirkan,” ujar Adam.
Sumber:Â http://pontianak.tribunnews.com/2014/02/13/adam-izin-buka-lahan-singkirkan-hak-adat