JAKARTA, Jaringnews.com – Pengesahan qanun (Perda) No 19 Tahun 2013 tentang RTRW Aceh mendapatkan penolakan dari berbagai organisasi masyarakat sipil karena berpotensi mengancam kawasan lindung seperti Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Dan dalam prosesnya pun, diduga terjadi berbagai pelanggaran aturan hukum.
Pernyataan tersebut disampaikan aktivis Greenpeace, Teguh Surya mengawali diskusi tentang nasib Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) Aceh di Restoran Sere Manus Sabang Jakarta, Rabu, 22/10. Investigasi di lapangan menunjukkan terjadinya praktik perusakan hutan, terjadi perluasan kebun sawit dan aktivitas tambang emas yang merusak sumber air. Semuannya itu legal atas nama pemerintah atau masyarakat.
Qanun Nomor 19 tahun 2013 tentang tata ruang ini memang berisi mekanisme pemberian izin di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) jadi area penebangan kayu, pertambangan dan perkebunan.
“KEL kini dikorbankan dan tidak ada perlindungan lagi bagi KEL. Banjir bandang sudah terjadi di wilayah-wilayah KEL. Yang ada hari ini, pemerintah kesannya menyerah. Pemerintah ragu dan gagap saat menghadapi masalah seperti ini,” kritiknya.
“Aceh dan Papua istimewa, tetapi tidak boleh diistimewakan saat melakukan pelanggaran. Kewenangan itu mengelola, bukan menghapus KEL salah satunya dengan tidak mengeluarkan izin,” imbuhnya.
Kasubdit Penataan Ruang Wilayah Kemendagri, Tavip Rubiyanto, pun menanggapi dengan menyatakan bahwa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menilai Pemerintah Aceh tidak memenuhi rekomendasi atas evaluasi yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri terkait Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) terkait Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).
“Mendagri sudah mengeluarkan surat keputusan yang berisi catatan terhadap RTRW Aceh dan secara umum dipenuhi, kecuali terkait KEL,” tandasnya.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah mengevaluasi RTRW Aceh dan meminta perbaikan dengan beberapa poin catatan. Salah satu meminta Kawasan Ekosistem Lauser (KEL) dimasukkan dalam qanun RTRW. Hasil evaluasi ini ditolak DPRD.
Ia pun menandaskan bahwa semuanya ini terjadi karena perbedaan persepsi. Ia berjanji akan menggelar rapat yang lebih komprehensif lagi agar pusat dan daerah memiliki persepsi yang sama.
“Kami harus memastikan pembatalan, kalau memang bertentangan dengan UU yang lebih tinggi,” tandasnya.
Sejalan dengan Tavip Rubiyanto, Teguh Surya dari Greenpeace mendesak segera ditinjau ulang atau kalau perlu dibatalkkan qanun tersebut karena masyarakat tidak terlibat aktif. “Berpotensi terjadi kecurangan dan pelanggaran, KPK pun perlu bergerak untuk memperbaiki kinerja pemerintahan setempat.”
(Deb / Deb)
Sumber:Â http://jaringnews.com/politik-peristiwa/umum/66687/aktivis-greenpeace-desak-kpk-bergerak-perbaiki-kinerja-pemerintah-aceh