Pemetaan Partisipatif

Bank Tanah Mengorbankan TORA Komunal di Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah

Ideologi Badan Bank Tanah bertentangan dengan tujuan Reforma Agraria (RA). RA bertujuan untuk merombak ketimpangan dalam akses penguasaan dan pemilikan atas tanah dalam masyarakat, sementara Bank Tanah dibentuk untuk memberikan kemudahan perizinan berusaha bagi investor. Akibatnya, jutaan hektar tanah masyarakat terancam diambil alih dan dikuasai oleh Badan Bank Tanah untuk memenuhi kebutuhan tanah investor.

Koalisi sembilan Organisasi Masyarakat Sipil (Ormas) yang tergabung dalam Koalisi Advokasi untuk Rekognisi Hak Masyarakat Adat (KARAMHA) yang terdiri dari Yayasan Merah Putih (YMP) Sulawesi Tengah, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah, Badan Regisrasi Wilayah Adat (BRWA) Sulawesi Tengah, Pusat Studi Sosial dan Kebijakan Daerah (PS2KD) Sulawesi Tengah, Front Rakyat Advokasi Sawit sulteng, Perkumpulan HuMa, Bina Desa, dan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) memberikan saran, masukan dan kritik substansif hingga sikap penolakan terhadap perampasan lahan secara sepihak yang dilakukan oleh Badan Bank Tanah (BBT) terhadap wilayah kelola masyarakat Desa Pombewe dan Oloboju, Kab. Sigi, Sulawesi Tengah.

Pada awalnya, wilayah kelola masyarakat di kedua desa masuk ke dalam konsesi HGU PT. Hasfarm Hortikultura Sulawesi (HHS) sejak tahun 1992. Sebelum terbitnya HGU, kondisi sosial ekonomi masyarakat relatif baik. Mata pencaharian utama masyarakat adalah di sektor pertanian dan peternakan, yang didukung oleh sumber mata air yang berasal dari Sungai Paneki di Desa Pombewe dan Sungai Wuno di Desa Oloboju. Kehadiran HGU HHS menyebabkan kesejahteraan masyarakat di kedua desa terpuruk. Pada tahun 2012, PT. HHS tidak beroperasi lagi, sehingga pada tahun 2013 masyarakat Desa Pombewe bersatu menuntut agar tanah eks HGU PT. HHS dikembalikan kepada masyarakat.

Perjuangan masyarakat akhirnya mendapatkan titik terang, pada tahun 2014 Bupati Kabupaten Sigi menolak rekomendasi perpanjangan HGU PT. HHS. Pada tahun 2016, pemerintah setempat membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) untuk menyelesaikan konflik agraria. GTRA Sigi mengusulkan lokasi eks HGU PT. HHS sebagai Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) kepada Menteri ATR/BPN. Proses identifikasi lokasi, pemetaan, hingga verifikasi data calon subjek TORA sudah dilakukan oleh GTRA Sigi bersama masyarakat. Pada tanggal 8 Desember 2022 Bupati Sigi menetapkan calon subjek RA Desa Pombewe dan Desa Oloboju melalui Keputusan Bupati.

Akan tetapi, harapan redistribusi tanah yang dinantikan selama bertahun-tahun tersebut harus terhenti oleh kehadiran Bank Tanah. Pada 28 Agustus 2023 muncul surat pemberitahuan kepada Pemerintah Desa Pombewe terkait rencana pemasangan patok (tanda batas) oleh Bank Tanah di areal eks HGU PT. HHS seluas kurang lebih 194,75 hektar. Menanggapi hal ini, dilakukan Rapat Koordinasi pada 29 Agustus 2023 di Kantor Camat Sigi Biromaru yang melibatkan Pemerintah Desa dan BPD Pombewe, Camat Sigi Biromaru, Kabag ADPUM – Pemda Sigi, BPN Sigi dan GTRA Sigi. Keputusan bersama menyepakati moratorium aktivitas Bank Tanah, namun Badan Bank Tanah tidak menjalankan keputusan ini, justru terjadi pemasangan patok yang dilakukan secara diam-diam.

Pada 5 Oktober 2023, Bupati Sigi dan Bank Tanah melakukan pertemuan kedua di Aula Kantor Bupati Sigi. Pihak Badan Bank Tanah mengatakan bahwa penguasaan lahan seluas kurang lebih 194,75 hektar bertujuan untuk mengamankan aset tanah. Sementara Eva Bande, selaku sekretaris GTRA Sigi menilai penguasaan tanah oleh Badan Bank Tanah overlap dengan agenda GTRA Nasional yang saat ini sedang berjalan di Kabupaten Sigi. Ibu Ningsih selaku ketua BPD Pombewe juga merasa kecewa dengan Badan Bank Tanah yang telah menghianati hasil kesepakatan pertemuan sebelumnya. Kesepakatan dari pertemuan ini yaitu menghentikan sementara aktivitas Badan Bank Tanah, sementara pihak Pemda akan menyampaikan permasalahan ini kepada Kantor Staf Presiden (KSP) di Jakarta.

KARAMHA mengeluarkan Kertas Posisi dengan memberikan enam rekomendasi, antara lain mendesak GTRA menghentikan aktivitas Bank Tanah, mendesak kantor Staf Presiden untuk merealisasikan TORA di Kabupaten Sigi, menuntut Menteri ATR/BPN membatalkan Surat Nomor: HT.01/2111/XI/2022 Tanggal 22 November 2022 yang mengalokasikan tanah seluas 194,75 hektar kepada Bank Tanah, mendesak Kementerian ATR/BPN melakukan identifikasi, verifikasi, dan registrasi tanah di Kabupaten Sigi, mendorong konsistensi Bupati Sigi terhadap agenda RA sesuai mandat RPJMD, mendesak Bank Tanah menghentikan aktivitasnya di lahan eks HGU PT. HHS.