Pemetaan Partisipatif

Belajar Dari Proses Pra Dan Paska Hutan Adat Di Indonesia: Menuju Percepatan Hutan Adat Yang Berkualitas.

workshop Belajar Dari Proses Pra Dan Paska Hutan Adat Di Indonesia Menuju Percepatan Hutan Adat Yang Berkualitas.

workshop Belajar Dari Proses Pra Dan Paska Hutan Adat Di Indonesia Menuju Percepatan Hutan Adat Yang Berkualitas.Rimbawan Muda Indonesia (RMI) bersama sejumlah CSO lainnya diantaranya Perkumpulan HuMa, Bantaya, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara MAN, YMP, Qbar, Koalisi Hutan Adat, LBBT Kalimantan menyelenggarakan Workshop bertema “Belajar Dari Proses Pra Dan Paska Hutan Adat Di Indonesia: Menuju Percepatan Hutan Adat Yang Berkualitas” pada Jumat (30/11/2018) di Hotel Century Park, Jakarta.

Sebelumnya, RMI berserta HuMa, Bantaya, AMAN, YMP, Qbar, Koalisi Hutan Adat, LBBT Kalimantan telah melakukan penelitian terkait Pra dan Pasca Penetapan Hutan Adat di 7 lokasi hutan adat, yaitu masyarakat adat kulawi Marena, Masyarakat Adat Wana Posangke, Masyarakat Adat Kajang, Kasepuhan Karang, Masyarakat Adat Dayak De’sa, Masyarakat Ada Kasepuhan Pasir Eurihdan Masyarakat Adat Malalo Tigo Jurai.

Workshop hari ini bertujuan untuk mendiseminasi hasil riset dan membagi lesson learn dari riset yang hampir dilaksanakan dalam kurun waktu satu tahun.

Nia Ramdaniaty (Salah satu peneliti RMI) memaparkan temuan riset, diantaranya soal – terminologi terkait definisi hutan adat yang berbeda antara versi masyarakat adat dan pemerintah, KLHK yang memandang hutan sebagai hanya tegakan pohon saja.

“Banyak pengajuan luas hutan adat yang tidak sesuai dengan penetapan dan pada akhirnya menyebakan ketidakjelasan status luasan sisa tersebut” terang Nia.

Nia menambahkan, dari total luasan hutan adat yang telah ditetapkan yaitu 17.243 ha, 63 % nya berasal dari fungsi APL sementara 37 % merupakan hutan Negara. Hal ini berarti Hutan Adat masih didominasi dari wilayah Areal Penggunaan Lain (APL).

Sisi lain pembelajaran dari 7 lokasi riset, pada tingkat lokal terjadi peningkatan kapasitas masyarakat lokal yang juga menumbuhkan solidaritas sosial ditingkat lokal, walaupun masih dengan catatan bahwa perempuan dan para generasi muda belum terlibat secara full dalam proses pengajuan hutan adat.

Sementara dalam talk show yang menghadirkan banyak narasumber di sesi pagi salah satunya yaitu Prof. Hariadi Kartodihardjo menyatakan bahwa sudah saatnya KLHK memiliki Peta Wilayah Masyarakat Adat bukan saja Peta Perijinan saja,

“Hal ini yang menyebabkan perlindungan terhadap masyarakat adat tidak setara statusnya” ujar Prof. Hariadi @ Hotel Atlet Century Park Jakarta Indonesia

Kontributor: Dewi Dwi Puspitasari Sutejo

About the author

admin

Add Comment

Click here to post a comment