Pemetaan Partisipatif

Bupati Tamiang Diminta Berlakukan Moratorium Izin

Sektor Tambang, Kebun, dan Hutan

LANGSA – Koalisi Penyelamatan Hutan dan Lingkungan di Aceh Tamiang mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang agar segera memberlakukan moratorium (penghentian sementara) penerbitan izin baru sektor pertambangan, perkebunan, dan kehutanan. Pasalnya, penyumbang terbesar kerusakan lingkungan disebabkan eksploitasi sumber daya alam di tiga sektor tersebut.

Desakan itu disampaikan oleh sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Penyelamatan Hutan dan Lingkungan di Aceh Tamiang dalam jumpa pers yang berlangsung di Corner Coffe Karang Baru, Minggu (29/3).

Sejumlah LSM dimaksud adalah Lembaga Advokasi Hutan Lestari, Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh, Yayasan Sheep Indonesia, Forum Konservasi Leuser, KTNA Aceh Tamiang, JKMA-Suloh Tamiang, Dekopinda Taming, dan Pemuda Tamiang Hulu.

Direktur Lembahtari, Sayed Zainal mengatakan, penyumbang terbesar terjadinya kerusakan itu akibat pembukaan lahan secara legal dan ilegal yang terus meningkat. “Hingga 2013, Tamiang memiliki areal perkebunan seluas 90.988 hektare atau 46,5 persen dari luas total kabupaten,” ungkap Sayed.

Di sektor kehutanan, kata Sayed, pemberian izin HTI, HTR, dan HKM di dalam kawasan hutan juga menjadi kontribusi terjadinya degradasi hutan. Padahal, hutan di Tamiang dalam proses pemulihan akibat kegiatan pemegang izin HPH dan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) yang aktif sejak 1970-an hingga pertengahan 2005.

Sedangkan di sektor pertambangan, tambah Sayed, juga terjadi laju deforestasi akibat dampak dari kegiatan pertambangan golongan komoditas mineral bukan logam dan batuan. Pada 2013, terdapat 11 dari 12 kecamatan di Aceh Tamiang yang terdaftar sebagai lokasi penambangan mineral bukan logam dan batuan dengan total areal seluas 993.568 m2 atau sekitar 9,94 hektare. Bahan galian yang biasa diproduksi setiap tahun adalah sirtu, koral, pasir, dolomit, kerikil, dan tanah timbun.

Ketua Yayasan HAKA, Rudi Putra mengatakan, sisa hutan Tamiang seluas 46.100 hektare atau 20 persen dari luas daratan Tamiang. “Kerusakan terbesar disebabkan konversi hutan menjadi perkebunan sawit dan karet,” kata Rudi.

Selain itu, Tamiang juga daerah yang rawan bencana setiap 10 tahun sekali. “Banjir terbesar dalam sejarah Tamiang terjadi pada 2006. World Bank melansir kerugian akibat banjir mencapai Rp 1 triliun atau setara dengan 2,5 tahun APBK Tamiang saat itu,” pungkas Rudi.

Sementara itu, dalam pertemuan dengan Koalisi Penyelamatan Hutan dan Lingkungan di Aceh Tamiang di kantor Bupati, Rabu (23/3), Sekda Tamiang, Ir Razuardi MT, saat itu langsung memerintahkan Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Badan Lingkungan Hidup, dan Bappeda Tamiang untuk membentuk tim terpadu guna menginventarisir setiap permasalahan dengan melibatkan Tim Koalisi Penyelamatan Hutan dan Lingkungan di Aceh Tamiang. Tim ini, kata Razuardi, harus segera dibentuk dan harus dudah bekerja pada awal April 2015.

Dikatakan, tim terpadu itu akan menjadi acuan pemerintah untuk ditindaklanjuti sebagaimana peraturan dan kewenangan yang ada di kabupaten.(yuh)

Sumber: http://aceh.tribunnews.com/2015/04/01/bupati-tamiang-diminta-berlakukan-moratorium-izin