Pemetaan Partisipatif

Direktur Advokasi dan Kerjasama Desa dan Perdesaan – Kementerian Desa Undang Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif dalam Diskusi Penyusunan Modul Tata Ruang Desa.

Rabu, 21 September 2022, Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) diundang oleh Direktur Advokasi dan Kerjasama Desa dan Perdesaan – Kementerian Desa (kemendes), Muh. Fachri, S.STP, M.Si, dalam diskusi penyusunan modul tata ruang desa. Pada diskusi tersebut, kemendes meminta bantuan kepada JKPP dalam pembuatan modul tata ruang desa, serta membantu dalam melengkapi tulisan tentang tata ruang desa yang akan dipublikasikan terkait “Seberapa penting tata ruang desa sebagai basis perencanaan desa”, dan turut serta memberi masukan terkait Indeks Desa Membangun (IDM) dalam penggunaan datanya yang mana masih dipertanyakan apakah bisa memperkuat tata ruang desa.

Pertemuan selanjutnya dilakukan pada 17 Oktober 2022. Pada diskusi ini dijelaskan juga hal yang melatarbelakangi perlunya disusun modul tata ruang desa.  Pasal 69 ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa juncto Pasal 8 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang memberikan kewenangan kepada desa untuk mengatur penataan ruangnya sendiri berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Meskipun peraturan ini sudah lama diterapkan, nyatanya sangat jarang sekali desa yang membuat peraturan desa mengenai tata ruang. Kewenangan desa dalam penataan ruang dilaksanakan berdasarkan hak asal usul desa dan kewenangan lokal berskala desa yang disusun mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Des), Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Des). Kewenangan ini merupakan kewenangan asli yang diamanatkan oleh UU Desa.

JKPP diwakili Koordinator Nasional JKPP, Imam Hanafi menyampaikan harapan bahwa SDG’s dan IDM sebagai sistem atau aplikasi yang dikembangkan oleh Kemendes memperhatikan juga aspek spasial, bukan hanya data statistik berupa angka agar memudahkan desa dalam menyusun rencana tata ruangnya. Perencanaan tata ruang desa juga akan tepat sasaran jika mengacu kepada data spasial yang sudah disinkronisasikan dengan data sosial seperti potensi desa dan data monografi desa terbaru. Imam juga menyampaikan bahwa perlu adanya sandaran kebijakan untuk integrasi hasil perencanaan tata ruang desa secara partisipatif.

Turut hadir juga SLPP Jawa Tengah, S. Diyantoro, yang membagikan pengalaman dalam proses perencanaan tata ruang desa. Diyan menyampaikan bahwa pendataan kemiskinan secara partisipatif akan menghasilkan data yang detail dan akan baik jika diintegrasikan dengan dalam SDG’s dan IDM yang ada di Kemendes. Diyan juga menyampaikan bahwa pendataan tata guna lahan terbaru dengan metode yang baik akan menghasilkan data yang dapat mempermudah desa dalam menyusun tata ruang desanya. Terakhir, Diyan menyampaikan kendala SDG’s dan IDM yang selama ini berjalan adalah desa tidak bisa mengakses data yang mereka serahkan ke kemendes.

Di akhir diskusi, Direktur Advokasi dan kerjasama Kemendes, Fachri, berharap terjadinya kolaborasi kegiatan antara Kemendes dan JKPP dalam kegiatan perencanaan detail tata ruang yang terkoneksi dengan aplikasi yang sudah tersedia. Dan juga diharapkan adanya buku panduan perencanaan tata ruang desa secara partisipatif yang dijadikan rujukan bagi semua desa di Indonesia.