Pemetaan Partisipatif

DIRJEN TARU : BLUE PRINT SEBAGAI ACUAN PENYUSUNAN TATA RUANG DI DAERAH

Blue print Propinsi Nangroe Aceh Darussalam menjadi acuan daerah tersebut dalam menyusun detail Penataan Ruang baik propinsi/kabupaten maupun kota, disamping sebagai pedoman untuk daerah-daerah lain yang dibatasi karena adanya sistem nasional. Demikian disampaikan Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen PU Hermanto Dardak baru-baru ini, disela-sela mendampingi kunjungan Tim Pansus Penataan Ruang di Nangoe Aceh Darussalam. Dikatakannya, pada dasarnya tata ruang merupakan hasil dari pemangku kepentingan, yang kemudian ditetapkan dalam peraturan oleh pemerintah daerah ” Hal itu sebagai acuan untuk RTR provinsi/Kapubaten/kota.” Ujarnya. Menurutrnya, dalam UU No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, yang tengah dilakukan revisinya saat ini, pada intinya mengoperasionalisasi rencana tata ruang wilayah nasional, provinsi dan Kabupaten/Kota yang sifatnya komplementer. Bagaimana sistem yang tadi ada di dalam tata ruang nasional, kemudian sistem propinsi yang ada di propinsi seperti halnya jalan propinsi, jalan kabupaten dan kota. Kalau hal itu dipadukan maka semuanya akan saling mengisi. “Jadi itu merupakan kesepakan seluruh lapisan yang mengacu sistem nasional dan sesuai aspirasi daerah seperti hal-hal seperti hukum adat. Kita harus bisa menangkap aspirasi masyarakat seperti nelayan yang harus tinggal daerah pesisir pantai” ” Ujar Hermanto Dardak. BRR Langgar Blue print Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Wakil Ketua Pansus Penataan ruang DPR-RI Nasil Djamil menilai bahwa Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias dinilai telah melanggar Blue Print (Cetak Biru) pembangunan kembali pasca tsunami. Akibatnya, banyak pembangunan di Aceh yang telah menyalahi perencanaan yang telah ditetapkan dalam blue print itu. Menurutnya, BRR tidak mematuhi blue print yang telah dibuat pemerintah dalam upaya membangun kembali daerah-daerah yang terkena tsunami, padahal blue print itu sangat penting bagi masyarakat Aceh dalam upaya menata kembali wilayah pasca stunami. Dikatakannya, pemerintah telah membuat blue print sebagai dasar pembangunan kembali wilayah yang terkena dampak gempa dan stunami di sejumlah daerah di Propinsi NAD. Nasir mencontohkan, pembangunan rumah-rumah korban stunami di Ulee Lhue, kota Banda Aceh kini berdiri tegas hanya berjarak seratus meter dari garis pantai. Pada bagian lain, ia juga menilai bahwa blue print yang dicetak beberapa saat setelah stunami, 26 Desember 2004 itu juga tidak diterjemahkan oleh BRR,” saya menilai dalam proses membangun kembali Aceh,terutama terkait yakni Departemen PU, BRR terkesan lamban dan berjalan sendiri” tambahnya. Karena tidak adanya komunikasi antara Departemen Pekerjaan umum dengan BRR, maka keinginan agar kawasan hijau dari blue print di Aceh pasca Stunami seperti diharapkan banyak pihak, akhirnya tidak terwujud. akan tetapi proses pembangunan yang sudah berjalan di Aceh pasca stunami yang tidak ssuai dengan dengan blue print itu masih bisa dikoreksi. Dalam kesempatan yang sama Gubernur Prov.NAD dalam sambutannya yang dibacakan Sekda menyatakan, bahwa lebih dari satu dasawarsa diberlakukannya UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, telah memberikan arti yang cukup besar dalam pembangunan di Propinsi NAD. Berbagai Produk rencana Tata Ruang yang menjadi acuan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan telah menjadi dokumen yang wajib dimiliki.ditaati dan menjadi langkah awal untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan. Dengan masih banyaknya permasalahan yang terjadi seperti tumpang tindih pemanfaatan lahan, bencana banjir, longsor, semakin berkurangnya ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau perkotaan, dan secara khusus dengan adanya bencana stunami yang menghancurkan kehidupan masyarakat, tentunya menuntut adanya pengaturan perencanaan tata ruang yang lebih mantap. Hal ini tentunya untuk mengantisipasi dan dapat menjawab berbagai tantangan pembangunan kedepan, terutama untuk dapat mewujudkan lingkungan permukiman yang nyaman, aman produktif dan berkelanjutan. Menurut Gubernur, dalam memberikan masukan terhadap RUU Penataan Ruang tersebut setidaknya ada sebilan butir yang antara lain dalam penataan ruang NAD mengacu pasca stunami mengacu pada blue print yang disusun oeleh pemerintah untuk mendapatkan hasil yang optimal akan disesuaikan dengan kondisi yang ada. Kedua revisi ini memiliki nilai strategis bagi pemerintah daerah, karena ruang wilayah indonesia merupakan suatu kesatuan yang utuh dan merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari sabang atau titik Nol sampai ke merauke. Sebab penataan ruang bagi pemerintah daerah merupakan alat keterpaduan pembangunan lintas sektor dan wilayah.Persoalan serius yang kita hadapi di daerah dalam penataan ruang, diataranya berkaitan dengan rencana penataan wilayah penyangga, baik bagi kehidupan manusia dari ancaman berbagai bencana dan gunung merapi dll. Pusat komunikasi Publik