TEMPO.CO, Depok – Hingga saat ini, Kota Depok belum memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Sebab, rancangan beleid tersebut selalu ditolak Pemerintah Provinsi Jawa Barat karena adanya perbedaan pandangan mengenai keberadaan empat situ di Depok.
Kepala Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kota Depok Kania Parwanti mengatakan, akibat terus ditolak oleh Jawa Barat, rancangan perda itu diajukan ke pusat. “Kami masih menunggu jawaban dari pusat,” kata Kania kepada Tempo, Selasa, 14 Oktober 2014.
Kania menjelaskan, masalah yang paling pelik dalam Rancangan Perda RTRW itu adalah keberadaan empat situ, yaitu Situ Cining, Gundar, Telaga, dan Pondok Gurami. “Empat situ tersebut tidak ada dalam RTRW,” katanya.
Rancangan perda itu diajukan kepada Pemerintah Provinsi pada Desember 2013. Namun Pemerintah Provinsi menolak dan mengembalikan rancangan itu kepada Pemerintah Kota Depok. “Provinsi mempertanyakan keberadaan empat situ itu,” kata Kania.
Menurut Kania, pemerintah Depok tidak bisa berbuat apa-apa karena memang keempat situ itu sudah tidak ada lagi. Apalagi kewenangan seputar situ-situ itu ada di pemerintah pusat. “Karena itu, masalah ini diserahkan ke pusat,” katanya.
Adapun anggota Komisi B DPRD Kota Depok, Benhard Simorangkir, mengatakan rancangan beleid itu perlu ditinjau ulang. Soalnya, produk DPRD periode sebelumnya itu dinilai tidak sejalan dengan kondisi Depok saat ini. Apalagi isi rancangan perda sarat dengan kepentingan pengembang.
Benhard menjelaskan, dalam rancangan perda itu diatur bahwa minimal luas lahan bangunan rumah adalah 120 meter persegi. Dari aturan itu terlihat bahwa perda bakal berpihak kepada pengembang dan orang kaya saja. Adapun warga kelas menengah-bawah dirugikan. “Apalagi selama dalam pembahasan perda tidak ada public hearing yang mengundang pengembang. Jadi ini hanya memang sarat kepentingan,” katanya.
Lebih lanjut Benhard mengatakan arah pembangunan Depok saat ini tidak jelas. Hal ini disebabkan oleh pengembangan industri ekonomi yang tidak merata. Saat ini, kawasan permukiman dan sentra usaha tersentral di kawasan Margonda. Sementara itu, banyak kawasan di perbatasan yang tertinggal. “Karena itu (pembahasan Rancangan Perda RTRW) jangan dilanjutkan. Saya minta jangan disahkan dulu,” katanya.
Seperti diketahui, bangunan-bangunan di Depok berpotensi dianggap ilegal karena hingga kini Depok belum memiliki Perda RTRW. Direktur Perkotaan Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian Pekerjaan Umum, Dadang Rukmana, pada awal Juli 2013 mengatakan pihaknya menargetkan seluruh wilayah Indonesia harus sudah punya RTRW pada akhir 2013.
Saat itu, Dadang mengancam, jika hingga akhir 2013 Depok belum memiliki Perda RTRW, semua bangunan di kota itu bisa dianggap ilegal. Alasannya, perencanaan pembangunan adalah RTRW yang diturunkan ke rencana detail tata ruang.
Sumber:Â http://www.tempo.co/read/news/2014/10/15/214614406/Ditolak-Jabar-Perda-RTRW-Depok-Diajukan-ke-Pusat