Pemetaan Partisipatif

Ikuti RTRW, Investor Dapat Insentif

JAKARTA (Suara Karya): Kalangan investor, baik dalam maupun luar negeri, berpeluang memperoleh keringanan pajak jika mengikuti aturan mengenai rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) provinsi maupun nasional. 

“Bisa itu. Tapi semua akan diatur dalam PP (peraturan pemerintah) khusus tentang insentif,” kata Dirjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum Imam Santoso Ermawi di sela sosialisasi PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional di Gedung Bappenas, Jakarta, Senin (7/7).

Selain keringanan pajak, menurut dia, bentuk insentif agar investor mau mengikuti ketentuan RTRW yang berlaku antara lain kemudahan regulasi, penyediaan infrastruktur pendukung, dan potongan biaya untuk pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB).

“Misalnya maksimal lahan yang bisa digunakan 80 persen, tapi dia hanya manfaatkan 40 persen. Atau kalau menurut ketinggian maksimal 4 lantai, tapi hanya dibangun dua lantai. Ini bisa mendapat insentif,” katanya.

Menurut dia, PP yang diharapkan selesai tahun depan itu nantinya juga melibatkan pemerintah daerah dalam pemberian insentif, terutama atas pemanfaatan tata ruang di wilayah. “Besaran dan jenis kemudahan yang diberikan juga akan ditentukan oleh masing-masing pemda,” katanya.

Menurut Pasal 118 PP tersebut, selain insentif, tentu saja ada disinsentif untuk pelaksanaan pembangunan atau investasi yang menyalahi RTRW. Disinsentif itu seperti pengenaan pajak yang tinggi, pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.

Sementara itu, Deputi Bappenas bidang Regional dan Otonomi Daerah Max Hasudungan Pohan mengatakan, pihaknya mendukung rencana tersebut. “Ini untuk membangun pembangunan daerah tertentu agar cepat tumbuh. Saya kira tata ruang jadi kunci yang akan menentukan strategi pembangunan nasional karena konsep lintas sektoral yang dianut,” katanya.

Ketika ditanya tentang kemungkinan terjadinya adu kepentingan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam pembuatan RTRW itu, Max menjelaskan, itu tidak akan terjadi. “Yang menjadi persoalan adalah prioritas. Misalnya kehutanan dan barang tambang, mana yang duluan? Ini akan terjadi dalam satu bidang lahan yang bisa untuk berbagai fungsi,” katanya. (Indra)

sumber :http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=203935