15-17 Maret 2023, JKPP menemani Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Luwu Utara dalam kunjungan ke Kementerian Desa (Kemendes), Dalam Negeri (Kemendagri), serta Badan Informasi Geospasial (BIG). Kegiatan ini merupakan satu langkah dalam pembaharuan informasi kepada Pemerintah Pusat terkait kegiatan pemetaan batas desa yang sudah dilakukan oleh Pemda Kab. Luwu Utara yang mana sudah memetakan 48 Desa dan 1 Kelurahan yang kemudian dilanjutkan di 5 Kecamatan pada Tahun 2023. Kunjungan ini dihadiri oleh beberapa Perwakilan Pemda Kab. Luwu Utara, di antaranya, Iqbal Cahyadi, Kabid Ekonomi SDA dan Infrastruktur; Fatimah Mursalim, Kabid Pemerintahan Desa; Jasrum, Kadin PMD; Akram Risa, Kabag Pemerintahan; serta Koordinator SLPP Tokalekaju, Sainal Abidin.
Kunjungan diawali dengan mendatangi Kemendes dalam rangka sinkronisasi data/peta, serta asistensi teknis dalam penggunaan dana desa untuk kegiatan pemetaan partisipatif. Di awal diskusi, Pemda Luwu Utara menyampaikan capaian Pemetaan Penetapan Batas yang sudah dilakukan sejak tahun 2018, dan di akhir 2020, hasil Peta Partisipatif 48 Desa dan 1 Kelurahan telah ditetapkan batas wilayahnya menjadi definitif melalui Peraturan Bupati (Perbup) Luwu Utara. Pada diskusi ini, Pemda Luwu Utara menanyakan kepada Kemendes terkait penggunaan Dana Desa (DD) dalam melakukan pemetaan partisipatif, apabila dilihat dari nomenklatur yang ada, penggunaan DD ini dianggap mempunyai kekeliruan, apakah diperbolehkan atau tidak? Mengingat bahwa di Provinsi Sulawesi Selatan kebanyakan tidak berani menggunakan DD.
Sainal Abidin, Koordinator SLPP Tokalekaju, menyampaikan bahwa di tingkat desa sendiri masih belum ada rasa percaya diri dengan kewenangan yang tercantum dalam UU Desa. Batas desa masih dianggap berbatasan dengan kawasan hutan, hal ini menjadi masalah yang ada di lapangan. Kegiatan pemetaan di Luwu Utara memang didorong untuk menggunakan DD. Di awal Pemda Luwu Utara mengajak kami untuk melaksanakan kegiatan ini, tapi kami masih dianggap menjadi pihak ketiga. Kami mengusulkan agar tidak menjadi pihak ketiga karena memang kami tidak akan menggunakan DD. Kami datang menggunakan dana kami sendiri dan hanya sebagai supporting system yang bertugas untuk membantu.
Perwakilan dari Seknas JKPP menerangkan bahwa masih ada 2 inti permasalahan yang selama ini dirasakan. Pertama yaitu tentang format layout peta dan akurasi alat yang digunakan. Terkait layout peta, memang dari awal kegiatan pemetaan di Luwu Utara kami mengajak BIG dan Kemendagri Bina Pemdes untuk proses implementasi serta konsultasi kedepannya. Dari sini juga kami menemukan bahwa masing-masing dari BIG dan Kemendagri mempunyai format layout peta mereka sendiri. Hal ini yang membuat Pemda Luwu Utara kebingungan dalam pembuatan peta mana yang harus digunakan. Di awal kami menggunakan layout yang diminta oleh BIG, akan tetapi ketika diserahkan ke Kemendagri peta yang kami buat ditolak karena tidak sesuai dengan yang ada di Permendagri 45. Selanjutnya terkait akurasi alat, BIG di awal meragukan hasil pemetaan yang telah dilakukan karena kami hanya memakai GPS handheld yang memiliki error kurang lebih 4 meter. Sedangkan BIG selalu menyarankan untuk menggunakan GPS Geodetic, di awal-awal, tetapi di akhir-akhir ini BIG malah menyarankan untuk menggunakan aplikasi Smartphone Avenza Maps untuk melakukan pemetaan yang mana tidak jauh berbeda dengan GPS handheld. Hal ini menjadi kontradiktif karena tidak sesuai dengan anjuran di awal. Inti permasalahan kedua adalah terkait nomenklatur tentang Pemetaan dan Perencanaan Desa sehingga tidak membuat Pemerintah Desa dan Daerah tidak ragu-ragu dalam menggunakan DD.
Tindak lanjut yang direncanakan pertama adalah Kemendes akan memfasilitasi pertemuan antara Pemda Luwu Utara dan BIG untuk melihat teknis penyajian peta yang sesuai dengan Permendagri 45/2016 dan kedua adalah peta yang sudah tersedia akan diintegrasikan dengan Indeks Desa Membangun (IDM) dan akan melibatkan Kementerian ATR sehingga data IDM akan menjadi dasar pembangunan berkelanjutan di desa. Di akhir pertemuan, JKPP menyerahkan dokumen Sustainable Land Use Planning (SLUP).
(Berlanjut di Bagian 2).
Add Comment