Pemetaan Partisipatif

Jokowi-JK Wajib Selesaikan Konflik Lingkungan dan Peraturan

Joko Widodo (kanan) dan Jusuf Kalla. (Foto: MI/Adam Dwi)

Joko Widodo (kanan) dan Jusuf Kalla. (Foto: MI/Adam Dwi)
Metrotvnews.com, Jakarta: Pemerintahan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla diwarisi beberapa permasalahan terkait penanganan lingkungan di Tanah Air.

Permasalahan tersebut di antaranya adalah mengenai penegakan hukum bagi perusak lingkungan dan alam juga masih lemahnya kelembagaan pemerintah.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Abetnego Tarigan mengatakan ada beberapa hal yang harus dibenahi pemerintahan mendatang. Pertama adalah soal kelembagaan yaitu Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). KLH perlu ditata menjadi Kementerian yang memiliki kewenangan lebih luas terhadap upaya penataan dan penegakan lingkungan.

Terkait peranannya saat ini, katanya, KLH masih tergolong Kementerian kelas dua dimana perannya hanya bersifat koordinatif. Kemudian ruang lingkup penindakan hukumnya masih hanya pada kelas-kelas tertentu. Kemudian Kementerian pimpinan Balthasar Kambuaya ini dinilai masih banyak mengadakan kegiatan seremoni.

“Jadi kemudian penataan kelembagaan juga terkait anggaran. Anggaran lingkungan hidup kedepannya bisa ditingkatkan. Persoalan lingkungan hidup di Indonesia akan semakin besar di masa mendatang dan hal itu perlu didukung oleh adanya anggaran yang memadai. Lalu semua bersinergi menjadi kesiapan yaitu kesiapaan kelembagaan dan anggaran,” jelas Abetnego kepada Media Indonesia saat ditemui pada Selasa (14/10/2014).

Berikutnya adalah mendesaknya keberadaan peradilan lingkungan hidup. Keberadaannya menjadi sangat penting dan strategis karena faktanya justru banyak perusahaan pelanggar hukum dan perusak lingkungan justru bebas di pengadilan. Hal ini menunjukkan lemahnya pengadilan dan sistem peradilannya dimana persoalan lingkungan yang ada.

Padahal kejahatan lingkungan sudah menjadi extra ordinary crime atau kejahatan yang tidak biasa, kompleks dan rumit. Keterlibatannya sistematis dan melibatkan pihak besar. Contohnya adalah bencana asap. Abetnego berpandangan asap itu tidak bisa lagi hanya dilihat sebagai fenomena alam.

“Ini kejahatan luar biasa dan kami samakan ini dengan korupsi dan pihak yang dirugikan adalah warga masyarakat. Oleh karena itu penyelesaiannya harus pada lembaga yang memahami benar pentingnya penegakan hukum yaitu peradilan lingkungan. Tujuannya untuk melakukan konsolidasi sumber daya penegakan hukum dalam konteks lingkungan hidup,” jelasnya.

Lalu yang berikutnya adalah terkait konflik yang ada. Pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia menjadi sulit salah satunya adalah karena banyaknya konflik. Contohnya adalah konflik masyarakat dengan taman nasional, konflik masyarakat dengan pemerintah dan konflik masyarakat dengan perusahaan. Penyelesaiannya akan memberikan posisi strategis bagi keberlanjutan lingkungan dalam penegakan hukum karena keberlanjutan lingkungan hidup tanpa penyelesaian konflik tidak akan pernah terjadi.

Walhi mengatakan jika tidak diselesaikan maka masyarakat akan selalu menjadi kambing hitam, misalnya masyarakat yang sudah lama tinggal di taman nasional dituduh melakukan perusakan terhadap taman nasional. Padahal faktanya mereka memang sudah tinggal disana sejak lama. Penyelesaian konflik agraria dan sumber daya alam sangat penting ketika bicara bagaimana mewujudkan keadilan dan keberlanjutan lingkungan hidup.

Berikutnya adalah Walhi mendesak pemerintah menyelesaikan berbegai peraturan perundangan yang belum disahkan yang ada di dalam UU PPLH nomor 32 tahun 2009. Walhi mengatakan faktanya ada puluhan PP yang belum diselesaikan oleh pemerintahan SBY sehingga penerapan UU ini dapat dikatakan tidak optimal karena tidak didukung peraturan turunan yang jelas.

“PP yang sudah ada baru mengenai izin lingkungan. Sementara PP tentang kajian lingkungan hidup strategis, jasa lingkungan dan lain-lain. Ada sekitar 20 PP yang menjadi mandat dari UU itu belum terselesaikan jadi ini adalah momentum,” ujarnya.

Di sisi lain indikator keseriusan lainnya yang penting adalah tahun depan tidak ada asap di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Riau, Jambi, Sumatra Selatan dan semua wilayah Indonesia yang memiliki potensi untuk terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Ini indikator sederhana, ungkapnya, namun tidak mudah untuk diwujudkan.

Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) yang awalnya dijadwalkan untuk hadir ternyata tidak jadi datang. Dalam sambutannya yang dibacakan Anis Baswedan, Jokowi mengatakan dia memiliki beberapa hal yang akan dia laksanaka terkait perbaikan pengelolaan lingkungan hidup. Pertama adalah perbaikan tata kelola sumber daya alam meliputi perizinan yang diintegrasikan dalam satu peta, pelaksanaan reforma agraria, penyelesaian konflik agraria dan perbaikan tata ruang termasuk tata ruang pesisir.

“Saya juga ingin menurunkan kebakaran hutan dan lahan. Selain itu upaya pemulihan 5,5 juta hektare kawasan krisis dan pemulihan DAS secara terintegrasi. Semuanya bisa berjalan juga didukung dengan adanya penegakan hukum tanpa kompromi,” jelasnya.

Jokowi juga akan membentuk satgas anti mafia sumber daya alam, membentuk kanal aspirasi warga dan terus meningkatkan kesiagaan dalam menghadapi perubahan iklim dan bencana ekologis.

Revolusi mental dalam mengelola lingkungan hidup diwujudkan dalam pemberantasan mafia sumber daya alam dengan pendekatan mafia multi pintu dan akselerasi penyelesaian kasus besar dan pengelolaan sampah melalui pendirian bank sampah di 5-10 kota besar. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga mencanangkan 1 Januari 2015 sebagai tahun baru tanpa sampah. (Vera Erwaty Ismainy)

ADF

 

Sumber: http://news.metrotvnews.com/read/2014/10/14/304640/jokowi-jk-wajib-selesaikan-konflik-lingkungan-dan-peraturan