Pengaruh globalisasi dan modernisasi saat ini berdampak pada lunturnya nilai-nilai masyarakat adat seperti gotong royong, penghormatan budaya, semangat mempertahankan wilayah adat serta mempelajari falsafah leluhur. Kecenderungannya tergerus oleh derasnya pengaruh yang tidak terkendalikan.
Demikian diungkapkan oleh Kartini Arruan Bulawan, Mayasari Bombong dan Desi Bulawan, perempuan adat dari Komunitas Balla Messalu, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, saat mengikuti Pembukaan Kongres Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ke V di Tanjung Gusta Medan, pada Jum’at (17/3/2017).
Menurutnya, untuk dapat mengendalikan pengaruh negatif modernisasi diperlukan peran pemuda adat yang lebih intensif dalam memberikan pengetahuan dan berbagi pengalaman kepada masyarakat adat.
“Saya bergabung dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) sejak tahun 2014, dan baru tahun lalu bergabung dengan perempuan Aman” terang Kartini.
Sehari-hari, Kartini dan kedua rekannya aktif untuk mendampingi perempuan adat dalam bertani melalui pemanfaatan lahan pekarangan, berkebun dan belajar menenun.
“Tujuannya agar mereka mencintai produk tanah mereka sendiri” ujarnya.
Demikian halnya yang dilakukan oleh Mayasari Bombong, yang kesehariannya rela mendampingi perempuan adat lainnya dalam bertani dan menenun.
“Makna adat itu adalah karakter anak muda dan itu merupakan warisan leluhur yang harus dipertahankan, mengingat saat ini juga banyak anak muda yang tidak tahu bahasa daerah”
“Bahasa luar juga penting untuk berkomunikasi, tapi bahasa daerah lebih penting sebagai warisan budaya” ungkap Maya.
Desi Bulawan menyatakan jika teknologi dan komunikasi yang berkembang saat ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat adat untuk mengenalkan budaya-budaya adat ke wilayah yang lebih luas lagi.
“Disini mayoritas petani, jika anak mudanya tidak dilatih bertani maka kedepannya akan hilang generasi yang akan melanjutkan perjuangan masyarakat adat kami” ujar Kartini.
Deny Rahadian, Koordinator Nasional JKPP menyambut baik upaya yang dilakukan tiga gadis adat di Mamasa tersebut. Menurutnya, peran perempuan sangat penting dalam pengelolaan sumber daya alam dan pendidikan.
“JKPP menekankan jika dalam proses pemetaan partisipatif dan perencanaan kampung selalu melibatkan perempuan, terutama untuk menjadi pemberi sumber-sumber informasi penting yang sangat detil dan akurat, sehingga hasilnya selalu lebih baik” ujarnya.
Hal senada disampaikan oleh Amran Tambaru, Koordinator SLPP Sulawesi Tengah, menurutnya peran perempuan dalam perencanaan desa dan kawasan adat, tidak hanya dilibatkan dalam sisi kuantitas saja, tetapi harus terlibat dalam pengambilan keputusan dan pengawalan.
“Saya sangat apresiasi dengan yang dilakukan oleh Kartini dan kawan-kawannya di Sulbar, semoga dapat menginspirasi generasi muda di berbagai tempat lainnya”
“Ditempat kami, di Masyarakat Adat Wana Posangke, Sulawesi Tengah, perempuan adat selalu terlibat dalam sekolah-sekolah adat atau sekolah kampung, sehingga dapat melahirkan kader lokal yang memahami karakter adatnya” jelas Amran.
Ditambahkan Amran, perempuan lebih mempunyai karakter dan lebih menyentuh, sehingga transformasi pengetahuannya lebih mudah dipahami.
Sumber :
Add Comment