Pemetaan Partisipatif

KORPORASI PELANGGAR UU TATA RUANG AKAN DIDENDA BERAT

“Tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali lipat dari pidana denda yang ditentukan”. Hal ini dikemukakan oleh Direktur Jenderal Penataan Ruang Hermanto Dardak dalam Acara Sosialisasi UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Jakarta, Kamis (31/5). 
Hermanto Dardak menjelaskan, korporasi dapat dikenakan denda sampai dengan Rp 15 miliar untuk pelanggaran pidana terhadap UU Penataan Ruang yang baru. Tidak hanya denda, korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha atau pencabutan status badan hukum.
Diundangkannya UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di lembar Negara pada tanggal 26 April 2007 oleh Presiden RI dan Menteri Hukum dan HAM membuat setiap pelanggaran terhadap UU ini bisa dikenakan denda administratif, pidana, sekaligus perdata bila ada tuntutan diantara dua belah pihak yang terlibat. Menurut Dirjen Penataan Ruang hal ini berlaku baik terhadap pelanggar maupun pemberi izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku.
Sejalan dengan pengaturan sanksi, Dardak mengungkapkan “tata ruang ini rencananya minimal dipasang di kecamatan bahwa itu adalah suatu gambaran bila mau investasi atau masyarakat mau membangun mestinya tidak ada yang terkaget-kaget nanti.“
Pada kesempatan yang sama, Menteri PU Djoko Kirmanto, dalam sambutan yang dibacakan Sekretaris Jenderal Departemen PU Roestam Sjarief, menjelaskan selain pengaturan sanksi, ada 16 hal pokok lainnya yang diatur dalam UU No 26 Tahun 2007 ini diantaranya: Strategi Umum dan Strategi Implementasi Penyelenggaraan Penataan Ruang; Penegasan Hak, Kewajiban, dan Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang;dan Diperkenalkannya Perangkat Insentif dan Disinsentif.

Perangkat Insentif yang diberikan sebagai imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang berupa keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang dan urun saham; pembangunan serta pengadaan infrastruktur; Kemudahan prosedur perizinan; Pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta atau pemerintah daerah.

Hermanto Dardak mengucapkan, sebaliknya, untuk yang tidak sejalan dengan tata ruang, akan diberikan pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang, dan Pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.
Menurut Djoko, ditetapkannya UU tentang Penataan Ruang ini merupakan satu langkah penting dalam sejarah penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia karena melalui penataan ruang diatur agar pembangunan dapat diselenggarakan secara terpadu baik lintas sektor, lintas wilayah, maupun lintas pemangku kepentingan agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.

Hal senada juga disebutkan oleh Dardak, Menurutnya Penataan Ruang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang Nusantara yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan dan hal tersebut tersebut dilakukan dengan strategi umum seperti Penyiapan Kerangka Strategis Pengembangan Penataan Ruang Nasional dan strategi khusus berupa Penyiapan Peraturan Zonasi, Pemberian Insentif dan Disinsentif, Pengenaan Sanksi, dan lain-lain.

Selain itu, Dirjen Penataan Ruang menambahkan Penataan Ruang Wilayah Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota juga dilakukan secara berjenjang dan komplementer sehingga saling melengkapi satu dengan yang lain, bersinergi, dan tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dalam penyelenggaraannya.(ida)

Pusat Komunikasi Publik
310507