TEMPO.CO, Banjarmasin– Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursyidan Baldan mengakui banyak konflik tumpang tindih lahan di Pulau Kalimantan. Menurut dia, sengketa lahan biasanya melibatkan masyarakat, korporasi, dan pemerintah daerah, yang berebut kepemilikan tanah untuk memanfaatkannya.
Dalam konflik tanah, Menteri Ferry meminta petugas lebih mengutamakan asas manfaat ketimbang sebatas legalitas. Ia mendorong petugas BPN menjadi juru mediasi saat menghadapi sengketa tanah. Mediasi bermuara mewujudkan ruang hidup yang lebih menyejahterakan dan bermanfaat.
“Konflik tanah selalu hadir, kami siap memediasi. Kalau kami belakangan (menerbitkan legalitas tanah), kami siap batalkan legalitasnya,” ujar Ferry usai menghadiri sosialisasi Kebijakan dan Program Strategis Kementerian ATR se-Kalimantan di Banjarmasin, Selasa, 23 Februari 2016.
Mediasi konflik tanah pun selaras dengan empat rencana strategi Kementerian, yakni peningkatan layanan, penyelesaian konflik, pengendalian tata ruang, dan reformasi agraria. Namun dia tak segan menuntut ke meja hijau terhadap pihak yang memalsukan legalitas pertanahan.
Selain itu Ferry mendorong konsep pemanfaatan tata ruang di Kalimantan menjadi entitas yang terintegrasi demi mengantisipasi sengketa tapal batas dan mengembangkan potensi daerah. BPN, kata dia, mesti proaktif melayani masyarakat dan bersinergi dengan pemerintah daerah mewujudkan tata ruang yang utuh.
Kepala BPN Kalimantan Selatan Dadang Suhendi mengatakan konflik tanah muncul karena sengkarut administrasi di tingkat desa dan kecamatan. Pemerintah desa, kata dia, serampangan menerbitkan bukti kepemilikan tanah tanpa melalui telaah. Pergantian kepala desa kerap diikuti penerbitan surat keterangan tanah di tempat yang sama.
BPN akan meneken nota kesepahaman dengan Pemerintah Kalimantan Selatan untuk mengeluarkan peraturan daerah ihwal administrasi pertanahan di tingkat desa. “Mereka (pemerintah desa) harus punya petunjuk teknis bagaimana mengeluarkan dokumen tanah dan bisa mengecek ke BPN apakah bukti tanah sudah benar atau belum,” kata Dadang.
Wakil Gubenur Kalimantan Selatan Rudy Resnawan mengakui tidak bisa merespons semua konflik agraria di wilayahnya. Kata Rudy administrasi pertanahan di desa/kelurahan memang kurang rapi, terutama di daerah berkembang dan pemekaran. Untuk mengurai sengkarut ini, ia berharap ada standar layanan legalitas tanah di Kalimantan Selatan.
“(Konflik tanah) sering terjadi di daerah berkembang, punya nilai ekonomis dan orang-orang berkepentingan mendapatkan sesuatu. Biasanya di daerah pertambangan dan perkebunan,” ujar Rudy.
Sumber: https://nasional.tempo.co/read/news/2016/02/23/058747581/menteri-ferry-konflik-lahan-di-kalimantan-tumpang-tindih