Peta adalah Bahasa lain untuk menginformasikan kondisi/keadaan suatu wilayah dengan symbol, skala dan koordinat, bisa 2 dimensi atau 3 dimensi. Informasi di dalam Peta umumnya mendekati kebenaran dengan gambaran wilayah yang ingin di informasikan, tergantung pada skala yang digunakan (skala besar atau skala kecil). Semakin besar sekala, maka semakin akurat.
Badan Informasi Geospasial (BIG) telah mengeluarkan Perka BIG tentang spesifikasi Teknis Penyaian Peta Desa, dengan metode Kartometrik. Melalui peraturan kepala Badan Informasi Geospasial no 3 tahun 2016.
Metode kartometrik adalah penelusuran/penarikan garis batas pada peta kerja dan pengukuran/penghitungan posisi titik, jarak serta luas cakupan wilayah dengan menggunakan peta dasar dan peta-peta lain sebagai pelengkap.
Dengan Metode ini, proses penyediaan data spasial desa (peta desa) sebenarnya menjadi lebih mudah. Tinggal Tarik garis, titik dan polygon di atas peta dasar. Tanpa harus survey wilayah. Tentu saja jika tujuan pembuatan petanya hanya sekedar untuk mendapatkan informasi gambar wilayah.
Faktanya, hampir semua wilayah dan ruang, tak bebas kepentingan. Selalu ada konsekwensi dibalik kepentingan itu, terlebih setelah ada muatan hokum di dalamnya. Terkadang perebutan dan Tarik menarik batas kepentingan itu menimbulkan korban, ke UGD, jeruji besi, atau kuburan. Dalam Bahasa peta, FAKTA itu adalah peta 1 : 1 (satu berbanding satu) di lapangan…. Berbeda dengan peta dengan skala kecil lainnya 1 : 5000, 1 : 10000, 1 : 25000 dan lain sebagainya.
Dengan skala yang lebih kecil, tentu saja sebuah peta akan ada toleransi perkiraan kesalahan (estimate position error). Semua orang paham, bahwa peta hanya informasi, sebagai alat yang memudahkan komunikasi antar pihak, dalam memahami kondisi suatu wilayah.
Gambar dibawah ini, hanya ilustrai, contoh simulasi saja untuk memahami konteks metode kartometrik dalam pembuatan peta. Ada 3 (tiga) buah garis yang dibuat dengan pensil, pulen (ballpoint) dan spidol kecil. Tentu saa ketebalannya menadi berbeda (0.5-1 mm).
Jika secara kartometrik kita membuat peta di atas peta dasar skala 1 ; 25000, artinya setiap 1 cm pada peta itu = 250 meter, atau setiap 1 mm pada peta itu = 25 meter.
Dengan menggaris menggunakan pensil atau pulpen dengan ketebalan garis (anggaplah 0.5 mm), maka nilai kesalahan (error) = 12.5 meter. Jika menggunakan alat gambar dengan ketebalan 1 mm maka nilai kesahanya = 25 meter.
Lantas bagaiamana jika proses pembuatana petanya menggunakan metode survey, dengan menggunakan alat GPS handheld navigasi yang memiliki nilai kesalahan rata-rata 4-5 meter? Lalu digambar secara manual di atas kertas? jawabnya, harusnya tidak masalah, karena tetap digambar dengan pensil atau alat gambar yang ketebalanya rata-rata 0.5 milimeter. Atau dengan kata lain, kesalahan 4-5 meter itu = 0,16 mm pada skala peta 1:25.000.
Apakah petanya salah ? Tentu saja tidak bisa disebut salah, karena peta hanya alat yang informasinya membantu mendekatkan pada kebenaran di lapangan. Yang terpenting, saat membuat informasi tentang suatu wilayah itu (peta), antar pihak yang berbatasan, bisa saling bersepakat, meng”IYA”kan, saling bersaksi dan menyaksikan. Batas pada areal 1 : 1 nya clear dilapangan. (kalau gambar 1 : 1 itu bukan peta, tapi blue print/rencana kerja).
So jangan ragu membuat peta dengan handheld GPS, sketsa yang tidak menggunakan GPS aja bisa dibaca dan dipahami kok, asal proses sosialnya jalan, yang jelas-jelas kurang tepat itu, jika membuat peta batas desa, namun TANPA KESEPAKATAN antar para pihak yang saling berbatasan.
Add Comment