Pemetaan Partisipatif

PENATAAN RUANG UNTUK MITIGASI BENCANA

Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan daya dukung lingkungannya menjadi salah satu penyebab terjadinya bencana alam di Indonesia yang berakibat jatuhnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Penataan ruang yang tepat merupakan salah satu upaya mitigasi bencana (mencegah bencana atau mengurangi efek dari bencana), mengingat Indonesia memiliki sejumlah wilayah rawan bencana. Selain itu peta rawan bencana yang ada juga bisa dijadikan alat dalam menyusun rencana tata ruang. 

“Kita tidak bisa lagi berprinsip “lihat saja nanti”, pemanfaatan ruang harus disesuaikan dengan karakteristik fisik wilayah tersebut.” jelas Dirjen Penataan Ruang Dep. PU Hermanto Dardak.

Selain itu ketegasan pemerintah daerah dalam penerapan zoning regulation (peraturan zona) yang menjadi acuan dalam pemberian ijin mana kawasan yang boleh atau tidak boleh dibangun juga diperlukan sebagai instrumen pengendalian pemanfaatan ruang. Ditambah dengan adanya kejelasan dalam mekanisme pemberian insentif atau disinsentif praktek pembangunan di kawasan rawan bencana.

Menurut Dardak, pemerintah saat ini tengah merancang aturan insentif dan disinsentif ini baik dalam hubungan pemerintah pusat dengan daerah, antar pemda, serta pemda dengan masyarakat. Salah satu bentuk mekanisme ini adalah pemberian insentif dari Pemerintah Pusat kepada Pemda berupa pemberian Dana Alokasi Umum (DAU) yang lebih tinggi pada daerah yang memiliki indeks hijau yang tinggi.

“Selain itu bisa saja Pemda DKI Jakarta memberikan insentif kepada Pemda Cianjur agar tetap melindungi kawasan hijaunya yang menjadi sumber air dan pengendalian banjir di Jakarta. Demikian juga pemda dapat memberikan insentif bagi developer, jika mereka mau membebaskan lahan masyarakat yang tinggal permukiman kumuh” katanya.

Sementara itu, terkait dengan upaya menata ruang kawasan rawan bencana, selain penyelesaian RUU Penataan Ruang yang baru, Ditjen Penataan Ruang juga tengah menyelesaikan berbagai pedoman diantaranya adalah pedoman pemanfaatan ruang untuk kawasan rawan bencana (gunung berapi, gempa bumi, banjir, dan longsor), dan kawasan sempadan sungai; serta pedoman pengelolaan kawasan lindung dan pembangunan ruang terbuka hijau di perkotaan.

Disejumlah wilayah sendiri telah memperlihatkan adanya penurunan dan kerusakan daya dukung lingkungan serta adanya konversi lahan, seperti peningkatan jumlah lahan kritis di Riau sebanyak 2,5 kali lipat dalam kurun waktu 3 tahun serta perubahan fungsi hutan lindung di Gunung Wilis menjadi kawasan budidaya. (gt)

Pusat Komunikasi Publik

About the author

admin

Add Comment

Click here to post a comment