BANDA ACEH – Upaya kesepamahaman bagi pendekatan pemetaan dan perencanaan partisipatif di tingkat desa dan gampong, menjadi landasan bagi percepatan pembangunan Aceh pasca tsunami dan konflik. Karena itu, diharapkan adanya stretegi yang mampu meperluas partisipasi masyarakat dalam kebijakan penataan ruang.Â
Hal itu mencuat dalam seminar dan lokakarya “Refleksi pemetaan dan perencanaan partisipatif; menegaskan hak partisipasi masyarakat dalam pengelolaan gampong dan mukim serta penataan ruang di Nanggroe Aceh Darussalam, yang berlangsung sejak Rabu hingga Jumat (12-14/12).
“Melalui kegiatan ini diharapkan ada kesepahaman mengenai pemetaan dan perencanaan partisipatif untuk kemudian dilakukan penggalian strategis bersama dan penyusunan langkah praktis implementasinya sebagai bahan acuan,†kata Ketua Panitia, Sulaiman Daud.
Kegiatan yang berlangsung di Hotel Madina, Banda Aceh, menghadirkan perwakilan sejumlah gampong maupun mukim dari Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Barat, Aceh Jaya, Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Aceh Tenggara, dan Lhokseumawe. Turut pula dihadiri perwakilan Bappeda Aceh, DPRA, DPRK Aceh Jaya, Aceh Besar, Aceh Utara, Aceh Barat, Pidie serta BRR Direktorat Penataan Ruang.
Semiloka itu menghadirkan lima nara sumber antara lain, M Irwan dari JKMA, Idham Ahmadi dari masyarakat lampanah, Sanusi S Syarif dari YRBI, Erwin Fahmi selaku direktur tata ruang BRR, dan Koordinator Nasional JKPP, Kasmita Widodo.
Semiloka tersebut menghasilkan beberapa rekomendasi antara lain, kebijakan revitalisasi adat melalui pembangunan, pemberdayaan, dan penguatan kembali keberadaan kelembagaan sosial dan hak-hak adat masyarakat.
Selanjutnya, advokasi kebijakan tata ruang yang berorientasi pada penyelesaian konflik pengelolaan ruang secara vertikal dan horizontal, antara pemerintah dan masyarakat atau antara masyarakat. Terakhir, perluasan gerakan pemetaan partispatif melalui nilai-nilai kesetaraan, demokrasi, transparan, dan akuntabilitas.(zd)
ctt : berita dimuat dalam serambi indonesia tanggal 18-12-2007
Add Comment