Perjuangan hak atas tanah petani dari enam desa (Simojayan, Tlogosari, Tirtoyudo, Kepatihan, Baturetno, Bumirejo) terus di gelorakan. Lebih dari dua dekade atau sejak tahun 1997 perjuangan hak atas tanah untuk menuntut diredistribusikannya tanah negara eks Perkebuan Kalibakar dilakukan. Tuntuttan petani sejak awal adalah redistribusi tanah kepada petani penggarap baik kepemilikan secara individu maupun komunal dalam rangka pelaksanaan reforma agraria. Hingga saat ini, lebih dari 2.000 hektar tanah negara eks Perkebunan Kalibakar telah diusahakan dan dimanfaatkan oleh petani penggarap.
Sejak tahun 2023, telah tersiar kabar bahwa lahan eks Perkebunan Kalibakar akan didorong untuk menjadi objek Hak Pengelolaan (HPL). Dalam hal ini, ada pihak yang mengklaim dan melakukan upaya, bahwa proses penyelesaian konflik agraria di tanah negara eks Perkebunan Kalibakar tersebut melalui skema HPL yang kemudian petani menjadi penerima izin dari pemegang HPL tersebut, yakni PTPN. Pada tahapan-tahapannya, petani dari ke enam desa tersebut telah melakukan penolakan, baik penolakan secara langsung di lapangan maupun secara administratif melalui surat-menyurat kepada Pemerintah di tingkat Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, sampai Pemerintah Pusat. Karena upaya-upaya tersebut merupakan klaim yang mengatasnamakan petani penggarap dan dilakukan secara sepihak. Terlebih, dalam prosesnya, Pemerintah mengabaikan reaksi penolakan petani penggarap di lapangan. Ini yang kemudian menjadi
Sebagaimana diketahui, bahwa sejak lama petani dari ke enam desa tersebut telah mengajukan permohonan untuk segera diselesaikannya konflik agraria di tanah negara eks Perkebunan Kalibakar dengan skema redistribusi lahan kepada petani penggarap. Namun, i’tikad baik Pemerintah untuk menyelesaikan konflik agraria yang berpihak kepada petani atau masyarakat memanglah tidak ada. Lebih-lebih, telah tertuang di berbagai aturan yang memungkinkan diselesaikannya konflik agraria di atas tanah negara bekas perkebunan milik negara (BUMN) dengan skema redistribusi lahan kepada petani penggarap. Misalnya sebagaimana regulasi terbaru seperti Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria.
Maka dari itu, kami petani penggarap tanah negara eks Perkebunan Kalibakar dari Desa Simojayan, Desa Tirtoyudo, Desa Tlogosari, Desa Kepatihan, Desa Bumirejo, Desa Baturetno menolak segala proses Hak Pengelolaan (HPL) atau bentuk lain selain redistribusi tanah kepada petani penggarap untuk kepemilikian individu atau kolektif. Serta kami menuntut Pemerintah yang dalam hal ini Bupati Malang, Kantor Pertanahan ATR/BPNKab. Malang, Kejaksaan Kabupaten Malang, DPRD Kabupaten Malang serta seluruh Pemerintahan di tingkat Provinsi dan Pusat untuk :
- Menghentikan segala proses yang berkaitan dengan Hak Pengelolaan (HPL) di tanah negara eks Perkebunan Kalibakar, khususnya di Desa Bumirejo;
- Segera selesaikan konflik agraria di tanah negara eks Perkebuan Kalibakar dengan meredistribusikannya kepada petani penggarap, yang dalam hal ini untuk kepemilikan individu maupun kolektif;
- Hentikan segala upaya intimidasi dan pembelokan tujuan terhadap perjuangan hak atas tanah petani penggarap dari keenam desa;
- Jalankan Reforma Agraria yang berlandaskan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA).
Berdasarkan tuntutan tersebut diatas, kami mengharap segenap pihak untuk dapat menindaklanjutinya. Dalam hal ini, kami tidak menginginkan terjadi situasi yang tidak dikehendaki, apabila proses atau upaya untuk menjadikan HPL dari tanah eks Perkebunan Kalibakar ini terus dilakukan. Demikian, harap menjadi maklum.
Malang, 30 Desember 2024
Contact Person :
– Cahyo (Koordinator Aksi) / 082231980665
– Dwi Putranda (Serikat Petani Kalibakar) / 081252939987
– Didik S (Tirtoyudo) / 082336167377
– Jamaludin (Simojayan) / 082335794298
– Faisol (Kepatihan) – Samuki (Bumirejo) – Miseman (Tlogosari)
Sumber : Aliansi Petani Indonesia (API) dan SLPP Jawa Timur
Add Comment