Pemetaan Partisipatif

Program Perhutanan Sosial 12,7 Juta Hektare Dipertanyakan

Program Perhutanan Sosial 12,7 Juta Hektare Dipertanyakan
Presiden Jokowi dinilai perlu mengubah alokasi dan orientasi anggaran program Perhutanan Sosial agar berjalan lebih optimal dan efisien. (Dok. Biro Pers/Laily Rachev)
Jakarta, CNN Indonesia — Indonesia Budget Center (IBC) menilai Presiden Joko Widodo belum serius untuk mewujudkan program Perhutanan Sosial seluas 12,7 juta hektare. Hal tersebut terlihat dari menurunnya anggaran yang dikeluarkan pemerintah bagi program tersebut.

Peneliti IBC Muhammad Ridha mengatakan, Jokowi harus melakukan perubahan alokasi dan orientasi anggaran dalam program tersebut. Pasalnya, alokasi anggaran yang dikucurkan pemerintah tidak berjalan optimal dan efisien.

“Program perhutanan sosial belum mendapat perhatian yang memadai dari pemerintah. Hal itu terlihat dari tidak tercapainya target di tahun 2016,” ujar Ridha di Kantor Indonesian Corruption Watch, Jakarta, Selasa (24/1).

Berdasarkan data anggaran resmi pemerintah, kata Ridha, telah terjadi penurunan anggaran untuk mendukung program perhutanan sosial, yakni Rp308,12 miliar untuk 2015, Rp249,58 untuk 2016, dan Rp165,17 miliar untuk 2017.

“Anggaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian untuk program perhutanan sosial juga mengalami penurunan. Padahal anggaran KLHK selalu mengalami kenaikan,” ujarnya.

Dari penetapan target Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2016 sebesar 2,5 juta hektare dengan anggaran Rp219,17 miliar, kata Ridha, Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan hanya mampu merealisasikan 316.824 hektare areal hutan menjadi perhutanan sosial.

Tak hanya itu, kata dia, pemerintah juga hanya mampu menyediakan Perhutanan Sosial siap pakai dalam bentuk Hutan Kemasyarakatan, Hutan Desa, Hutan Taman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat, dan Hutan Kemitraan seluas 494.876 hektare.

“Luas hutan yang siap dikelola itu baru setara 9,47 persen dari target kumulatif Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional seluas 5,08 juta hektar,” ujar Ridha.

Selain masalah anggaran dan target capaian per tahun, kata Ridha, sampai saat ini belum ada sinkronisasi antara target RPJMN, RKP, dan target rencana perhutanan sosial. IBC mencatat, RPJMN tahun 2016 secara kumulatif seluas 5,08 juta hektare. Sementara RKP Ditjen Perhutanan Sosial hanya seluas 2,7 juta hektar.

“Di sisi lain, tahun ini pemerintah hanya merencanakan target di angka 0,3 juta hektar lahan dalam penyiapan perhutanan sosial,” ujar Ridha.

Penurunan anggaran dan ketiadaan sinkronisasi lahan perhutanan sosial dinilai bisa berdampak pada timbulnya konflik sosial dan menghambat kesejahteraan masyarakat.

Terkait permasalah tersebut, IBC mndesak pemerintah menjadikan program perhutanan sosial sebagai program prioritas agar target program tersebut dapat terealisasi. Pasalnya, perhutanan sosial sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 ditujukan untuk kemakmuran rakyat.

“Dengan adanya evaluasi diharapkan masyarakat akan mendapat manfaat ekonomi dalam peningkatan kesejahteraan hidup mereka,” ujarnya.

Sesuai RPHMN 2015-2019, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ditugaskan mengalokasikan areal kawasan hutan seluas 12,7 juta hektare untuk kegiatan Perhutanan Sosial dengan melibatkan masyarakat melalui Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Adat dan Hutan Rakyat/Kemitraan.

Berdasarkan hasil kajian dari KLHK, areal Perhutanan Sosial yang potensial diperkirakan melebihi target areal kawasan hutan, yaitu seluas lebih dari 13,5 juta hektare. Potensi areal tersebut antara lain berada di Hutan Produksi (5,9 juta ha), di Hutan Lindung (3,1 juta ha), dan di lahan gambut (2,2 juta ha) yang berfungsi untuk pemanfaatan jasa lingkungan dan hasil hutan bukan kayu, serta area Izin Hutan Tanaman Industri (HTI) terkait kewajiban kemitraan 20 persen (2,1 juta ha).

Sumber : http://www.cnnindonesia.com/nasional/20170125125733-20-188833/program-perhutanan-sosial-127-juta-hektare-dipertanyakan/