Bentuk serta penerapan insentif dan disinsentif dalam pemanfaatan penataan ruang akan disesuaikan dengan regulasi keuangan dan akan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. Demikian kesimpulan rapat yang dibacakan Ketua Sidang Syarfi Hutauruk, usai Rapat Dengar Pendapat Pansus Rancangan Undang-Undang (RUU) Penataan Ruang DPR-RI dengan Direktur Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Direktur Informasi Perimbangan Keuangan dan Direktur Anggaran I Departemen Keuangan di Jakarta (23/11).Â
“Bentuk insentif yang dimaksud yakni siapa yang memberikan insentif ini, berapa jumlah insentif dan dalam bentuk apa insentif tersebut.†jelas Syarfi. Dalam RUU Penataan Ruang yang saat ini masih dalam tahap pembahasan, masalah insentif dan disinsentif diatur dalam Pasal 41.
Dalam kesempatan yang sama, Achmad Rochjadi, Direktur Anggaran I Direktorat Anggaran Departemen Keuangan menjelaskan bahwa secara terminologi keuangan negara dikenal istilah eksternalitis, yang berarti kemanfaatan atau ketidak manfaatan yang dirasakan oleh daerah dalam lokal tertentu. Dalam kaitannya dengan penataan ruang, kemanfaatan tata ruang bisa jadi bukan hanya dirasakan oleh satu daerah, tetapi juga dirasakan oleh daerah lain.
Achmad mencontohkan pemanfaatan sumber pengairan sungai yang dimanfaatkan mulai dari daerah hulu hingga hilir. “Kita tidak mungkin membatasi pemanfaatan sungai tersebut hanya untuk satu daerah, padahal sungai tersebut juga melewati daerah lain†ujarnya. Sehingga dalam menentukan siapa yang seharusnya memberikan insentif sangat tergantung pada daerah mana yang memperoleh pemanfaatan dari penataan ruang tersebut.
Diusulkannya agar dalam RUU Penataan Ruang harus dijelaskan lebih rinci defini kemanfaatannya, apakah kemanfaatan nasional atau daerah dengan disertai aturan mengenai besaran insentif yang ditanggung. Apabila kemanfataannya sifatnya nasional maka insentif dapat berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), baik dalam bentuk Dana Anggaran Umum (DAU), Dana Anggaran Khusus (DAK) maupun bagi hasil. Dana yang berasal dari APBN diberikan melalui departemen yang berkaitan dengan tata ruang tersebut.
Dilain pihak, apabila kemanfaatannya hanya dirasakan oleh daerah tertentu maka insentifnya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) daerah yang bersangkutan. Namun untuk jumlah atau besaran insentif dalam sistem keuangan indonesia belum dikenal. Achmad juga menjelaskan untuk pemanfaatan penataan ruang yang dirasakan lebih dari satu daerah, berdasarkan undang-undang tentang otonomi daerah, bisa diadakan kerjasama antara daerah tersebut untuk mengatur formulasi insentif yang diberikan. (put/gt)
Pusat Komunikasi Publik