Dalam penjelasannya, Joyo Winoto mengatakan dari berbagai pengalaman terhadap pelaksanaan rencana tata ruang ternyata rencana tata ruang meskipun telah memiliki landasan hukum berupa peraturan daerah, namun belum mampu menjadi pengendali perkembangan fisik dalam pembangunan di daerah.Â
Implementasi penataan ruang sendiri menurut Joyo, sangat berkaitan dengan masalah pertanahan. Di masa lalu penyusunan RTRW, belum cukup memberikan porsi terhadap aspek pertanahan, sehingga RTRW sulit diimplementasikan. Karena kenyataan dilapangan, tanah-tanah yang ada telah dikuasai, dimiliki, digunakan dan dimanfaatkan baik oleh perorangan, masyarakat, badan hukum maupun pemerintah dalam bentuk hak atas tanah. Dalam implementasi rencana tata ruang juga sering terjadi benturan dengan peraturan perundangan yang menyangkut bidang dan sektor tertentu, misalnya pertambangan, kehutanan, dan perkebunan.
Oleh karena itu untuk mewujudkan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah agar sesuai dengan rencana tata ruang, diperlukan pengendalian tata ruang melalui perizinan, penyelesaian administrasi pertanahan, penyediaan tanah, penataan kembali, kemitraan atau pelepasan hak dengan ganti rugi dengan melibatkan masyarakat.
Kemudian karena perencanaan tata ruang pada ruang daratan, pada dasarnya adalah perencanaan alokasi peruntukan tanah, maka dalam penyelenggaraannya, hak atas tanah dan penggunaan tanahnya harus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan rencana tata ruang. Disamping itu perlu ada satu mekanisme yang menjamin keseimbangan hak-hak rakyat dan fungsi sosial tanah untuk kepentingan publik.
Sementara itu Luky Eko Wuryanto menyatakan sudah sejalan dengan konsep RUU yang telah disampaikan Menteri Pekerjaan Umum kepada DPR RI. Bappenas memandang revisi terhadap UU No.24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang sudah sangat mendesak karena perkembangan pembangunan yangdinamis dan perubahan pola pemerintahan yang lebih demokratis terdesentralisasi. Luky Eko Wuryanto juga meminta perlu adanya ketegasan mengenai status dan keberadaan lembaga koordinasi penataan ruang yang dikenal sebagai Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional.
Luky juga menyoroti menganai aspek pengendalian pemanfaatan ruang yang kiranya perlu dipertimbangkan adanya sanksi pidana bagi pelanggar dan pemberi ijinnya.Dengan demikian upaya penegakan hukumnya memiliki rujukan pasti yang nantinya bermanfaat bagi kepastian untuk implementasinya dilapangan.
Dalam RDP selanjutnya Pansus Penataan Ruang akan mengundang para akademisi untuk dimintai masukannya mengenai RUU Penataan Ruang. (gt)
Pusat Komunikasi Publik