
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Keinginan presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) mendistribusikan 9 juta hektar tanah kepada petani dan buruh tani, serta pembukaan 1 juta lahan pertanian kering di luar Jawa dan Bali sangat mungkin dilaksanakan.
Syaratnya pemerintah memiliki kesungguhan mewujudkan hal itu.
“Semua yang dikehendaki presiden dan wakil presiden terpilih sangat mungkin dilaksanakan. Tidak ada alasan menolak mewujudkan keinginan itu karena filosofi tanah untuk kemakmuran dapat tercapai,” ujar Kepala Pusat Hukum dan Humas Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI) Kurnia Toha dalam dialog “Agraria Tanah Untuk Kemakmuran Rakyat, Menyongsong Pemerintah Jokowi-JK” di Jakarta, Rabu (8/10/2014).
Menurut Kurnia, sumber tanah yang dapat diberikan kepada petani dan buruh tani itu dapat melalui tiga jalur.
Pertama, melalui pelepasan kawasan hutan produksi konversi. Kedua, penegakan tanah terlantar milik perorangan, perusahaan maupun PTPN. Ketiga, pengakuan dan penghormatan hak ulayat masyarakat hukum adat dan sumber lainnya.
“Makanya kenapa tadi saya bilang harus ada keseriusan dari pemerintah. Karena lembaga terkait yang mengurusi tanah secara ego sektoral akan mempertahankan wilayah mereka. Mereka lupa bahwa keberadaan tanah sesungguhnya untuk kesejahteraan rakyat,” kata dia.
Kurnia menuturkan, usulan duet Jokowi-JK melepaskan tanah kepada petani sesungguhnya berpatokan pada prinsip dasar pengolahan sumberdaya agraria yang diletakan para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dimana, kata dia, tanah bukan sekadar suatu barang, akan tetapi merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dianugrahkan kepada seluruh rakyat Indonesia.
“Pendistribusian tanah seluas 9 juta hektar kepada petani maupun buruh tani hanya 5 persen dari luas daratan Indonesia yang mencapai 190 juta hektar. Dan, itu memang sesuai sila ke tiga Pancasila, dimana tanah harus dimanfaatkan dan dikelola secara berkeadilan untuk mencapai kemakmuran seluruh rakyat Indonesia,” ucapnya.
Ia menambahkan, dari banyaknya permasalahan pertanahan di Indonesia, sesungguhnya dapat disarikan menjadi tiga permasalahan utama. Pertama, ketimpangan dan kepemilikan atas tanah. Banyak tanah dikuasai perusahaan, sedangkan petani banyak tak memiliki tanah dan mengalami kemiskinan secara struktural.
Negara ini sebagai negara agraris justru menjadi negara pengimpor untuk memenuhi sebagai besar kebutuhan pokok. Kedua, penghormatan dan pengakuan Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, walaupun diakui UUD 1945 dan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dalam kenyataanya terabaikan.
“Peraturan yang ada pada saat ini, memberikan peran besar kepada pemerintah daerah untuk menentukan keberadaan masyarakat hukum adat dan hak ulayat atas tanah. Sejak reformasi 1999 sampai sekarang ternyata tidak membawa banyak kemajuan,” kata Kurnia.
Ketiga, kata Kurnia, banyaknya sengketa dan konflik pertanahan. Konflik pertanahan merupakan masalah yang komplek dan mempunyai dampak luas serta multi dimensi, termasuk politik, keamanan, sosial, dan ekonomi. “Secara garis besar dapat kita bagi dua macam sengketa atau konflik pertanahan, yaitu sengketa dapat diselesaikan BPN RI dan yang bukan merupakan kewenangan BPN RI.
Sengketa diselesaikan misalnya sertifikat palsu, sertifikat doble, sertifikat salah, sengketa batas tanah yang telah bersertifikat, pencabutan pembelokiran, pelaksanaan putusan pengadilan,” ujarnya.
Sementara itu, Pengajar Hukum dan Agraria Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Suparjo Sujadi membenarkan pernyataan Kurnia. Menurutnya, Trisakti Soekarno yang bakal dijalankan Jokowi-JK akan mensejahterakan masyarakat Indonesia.
“Jokowi-JK sangat memahami perspektif sejarah dan filosofi tanah bangsa ini. Sehingga, ia berani membuat terobosan yang dapat mensejahterakan masyarakat,” katanya.
Suparjo mengingatkan, untuk mewujudkan cita-cita ideal itu tidak akan mudah. Sebab, semuanya kental dengan pengaruh politik nasional dan asing.
Sumber:Â http://www.tribunnews.com/nasional/2014/10/08/rencana-jokowi-jk-distribusikan-9-juta-hektar-tanah-ke-petani-bisa-diwujudkan