Pemetaan Partisipatif

SOP Pemetaan Partisipatif Perlu untuk Memastikan Hak-hak Masyarakat Masuk Kebijakan Satu Peta

Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) beserta kelompok-kelompok masyarakat sipil telah berhasil menyelesaikan Standard Operating Procedure (SOP) Pemetaan Partisipatif. SOP ini berperan penting dalam memastikan integrasi peta partisipatif dalam kebijakan satu peta (one map policy), sehingga kebijakan pemerintah tersebut memiliki semangat memperjuangkan kepentingan masyarakat.

Hal tersebut disampaikan pada konferensi pers SOP Pemetaan Partisipatif yang diadakan pada Rabu (12/11) di Jakarta. Hadir di acara tersebut Deny Rahadian; Koordinator Nasional JKPP, Imam Hanafi; Kepala Divisi Advokasi JKPP, Ari Dartoyo; Kepala Bidang Standardisasi Penyelenggaraan IG, William Sabandar; Deputi Bidang Operasional BP REDD+, Arifin Saleh; Deputi III Sekretaris Jendral Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, dan Iwan Nurdin; Sekretaris Jendral KPA.

Sesuai dengan Undang-undang No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, Badan Informasi Geospasial (BIG) merupakan badan penyelenggara Informasi Geospasial Dasar (IGD) sehingga BIG diberikan kewenangan untuk mengintegrasikan berbagai peta yang dibuat dan dimiliki oleh berbagai sektor baik swasta maupun pemerintah ke dalam satu peta dasar (One Map). Dalam hal ini, BIG berfungsi untuk menyiapkan infrastruktur, sistem dan stadarisasi peta – peta.

BIG juga telah menyiapkan panduan dan SOP Pemetaan Partisipatif untuk mengakomodasi data spasial masyarakat. Hanya saja, masih terdapat perbedaan antara konsep pemetaan partisipatif versi BIG dengan pemetaan partisipatif yang biasa dilakukan oleh masyarakat.

Ini kemudian menyebabkan organisasi-organisasi masyarakat sipil yang concern dengan isu ruang melahirkan rekomendasi untuk menyusun SOP Pemetaan. “Ini latar belakang kami di JKPP bersama rekan-rekan organisasi-organisasi masyarakat sipil menyelesaikan SOP Pemetaan Partisipatif membuat SOP sendiri,” tutur Deny Rahadian.

Deny melanjutkan SOP Pemetaan Partisipatif JKPP berbeda dengan versi pemerintah yang bersifat teknis karena SOP JKPP memiliki semangat memperjuangkan kepentingan masyarakat.

SOP JKPP dan organisasi-organisasi masyarakat sipil tidak hanya berisi rincian bagaimana membuat peta partisipatif, namun SOP ini menekankan keterkaitan wilayah-wilayah yang dipetakan dengan hak-hak yang dimiliki masyarakat lokal yang mendiaminya dengan mengakomodir peta yang dibuat oleh masyarakat untuk menunjukkan dan membuktikan ruang kelolanya

Imam Hanafi menyampaikan bahwa SOP ini tidak menegasikan proses pemerintah namun meningkatkan kualitas one map policy karena SOP ini merupakan masukan kepada BIG dan pemerintah. “Kami memiliki kerja sama yang baik dengan BIG dan apa yang kami kerjakan akan kami sampaikan dan integrasikan dengan kerja BIG,” tambahnya.

Melalui pengintegrasian berbagai peta sektoral (pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan sebagainya) tersebut diharapkan segala masalah konflik sosial akibat tumpang tindih data dasar penguasaan lahan dapat diselesaikan. Hal ini juga merupakan salah satu komitmen pemerintahan baru, Presiden Jokowi dalam beberapa pernyataannya selalu berkomitmen untuk mengimplementasikan kebijakan satu peta ini, peta yang akurat, presisi dan mutakhir yang bisa dijadikan acuan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan yang tepat dan efektif.

Ari Dartoyo, Kepala Bidang Standardisasi Penyelenggaraan IG mengatakan dalam hal standardisasi produk-produk Informasi Geospasial (IG), BIG telah membentuk Komite Teknis bidang Informasi Geografi/Geomatika. Komite teknis beranggotakan unsur-unsur dari pemerintah, pengguna, asosiasi profesi dan pakar. Komite ini yang nantinya bertugas untuk menguji, memverifikasi usulan-usulan produk IG yang diajukan oleh Badan, Instansi Pemerintah, Pemerintah daerah atau kelompok orang. Usulan standardisasi produk IG yang telah disetujui komisi teknis selanjutnya diajukan ke BSN untuk menjadi produk IG yang telah memenuhi standar SNI.

Arifin Saleh, Deputi III Sekretaris Jendral Aliansi Masyarakat Adat Nusantara mengatakan SOP pemetaan partisipatif ini bagai gayung bersambut terhadap komitmen dan inisiatif-inisiatif yang direncanakan oleh pemerintah untuk mewujudkan pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat terutama mempercepat pengakuan terhadap peta-peta wilayah adat.

Diharapkan melalui kebijakan satu peta, seluruh peta yang dihasilkan memiliki satu standar yang sama, satu referensi, satu basis data dan satu geoportal. Termasuk didalamnya tidak saja mencakup data resmi dari berbagai sektor kementerian/instansi terkait (kehutanan, pekebunan, pertanahan, pekerjaan umum, pertambangan dan energi dan sebagainya) namun juga informasi tanah-tanah masyarakat adat/lokal, yang kemudian menjadi referensi dalam pengambilan kebijakan pengaturan ruang, termasuk dalam isu perubahan iklim (REDD+).

Penyusunan SOP Pemetaan Partisipatif ini melibatkan berbagai lembaga dan individu yang concern dengan isu ruang masyarakat serta peneliti dan akademisi. Sistematika SOP PP versi JKPP dan jaringan menekankan pada bagaimana menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam proses pemetaan.

SOP PP ini mendorong pentingnya komponen sosial dalam peta bukan hanya persoalan teknis kartografi semata. SOP Pemetaan Partisipatif yang telah selesai disusun dengan judul “Penyelenggaraan Pemetaan Partisipatif Dan Pengendalian Kualitas Peta Partisipatif” siap untuk diusulkan kepada Badan Standarisasi Nasional (BSN) untuk memperoleh Sertifikasi SNI. (*)

Sumber: http://www.suarakomunitas.net/baca/81176/sop-pemetaan-partisipatif-perlu-untuk-memastikan-hak-hak-masyarakat-masuk-kebijakan-satu-peta