Pemetaan Partisipatif

Sungai Utik Diusulkan Menjadi Hutan Adat

Seluas 7.660 hektar wilayah Sungai Utik, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, diusulkan menjadi hutan adat kepada Menteri KLHK melalui Direktur Penananganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA) pada Senin (18/11/2019) di Jakarta. Diharapkan masyarakat memiliki hak kelola penuh untuk melindungi wilayah itu dari kepentingan investasi ekstraktif.

Ketua Perkumpulan Serakop Iban Perbatasan (SIFAT) Herkulanus Sutomo Manna memaparkan, lahan yang diusulkan menjadi hutan adat dibagi dalam tiga fungsi. Yakni, Kampung Taroh atau hutan lindung, tempat masyarakat boleh mengambil rotan dan obat-obatan alam. Kedua, Kampung Galau atau hitan cadangan, warga boleh mengambil satu sampai dua pohon jika diperlukan, Lalu, Kampung Endor Kerja untuk warga bisa mengambil kayu untuk kebutuhan hidup.

Ditambahkan Sutomo, Bupati Kapuas Hulu AM Nasir, 30 Oktober 2019 telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor 561 yang mengakui Sungai Utik sebagai masyarakat hukum adat dan diakui wilayah adatnya. “Sungai Utik selama ini telah mengelola hutan secara arif dan lestari sesuai dengan aturan adat yang memayunginya” “Bahkan, atas keseriusannya, Sungai Utik telah mendapatkan penghargaan baik dari dalam negeri maupun Luar negeri, seperti penghargaan Kalpataru dari KLHK dan Equator Prize dari UNDP, keduanya tahun 2019” papar Sutomo.

Direktur PKTHA KLHK, Muhammad Said menyambut baik usulan dari Sungai Utik tersebut, dirinya akan mengkaji dan melakukan verifikasi sesuai ketentuan yang berlaku.

“Terhadap usulan masyarakat adat yang telah lama menjaga dan merawat hutan, tentu kami akan segera melakukan verifikasi sesuai dengan ketentuan baik secara administrasi maupun secara fisik di lapangan. Semoga keinginan dari warga masyarakat adat Sungai Utik segera terkabulkan” terang Said.