Pemetaan Partisipatif

Surat revisi SK 673 dari Annas Maamun ternyata tidak lengkap

Surat revisi SK 673 dari Annas Maamun ternyata tidak lengkap
Annas Maamun. ©2014 merdeka.com/dwi narwoko

Merdeka.com – Sengkarut pengajuan revisi alih fungsi kawasan hutan menjadi bukan hutan oleh Gubernur Riau nonaktif, Annas Maamun, terbukti dalam persidangan terdakwa kasus suap revisi alih fungsi lahan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan pada 2014, Gulat Medali Emas Manurung. Selain isinya berupa penambahan lahan baru buat diubah fungsinya, ternyata surat itu tidak dilengkapi dokumen-dokumen sesuai disyaratkan.

Hal itu terungkap dari kesaksian Direktur Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan Bambang Supijanto dan Direktur Perencanaan Kawasan Hutan Ir Mashud R.M. Keduanya bersaksi dalam sidang lanjutan Gulat digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (12/1).

Menurut Mashud, kira-kira pada September 2014 selepas Menteri Kehutanan saat itu, Zulkifli Hasan, meneken Surat Keputusan 673 dia didatangi oleh seorang pegawai negeri sipil pada Dinas Kehutanan Provinsi Riau bernama Cecep Iskandar di Gedung Manggala Wanabhakti Kementerian Kehutanan. Dia menyatakan, saat itu Cecep membawa surat pengajuan revisi terhadap SK 673. Padahal SK itu baru diteken pada 4 Agustus dan diantar langsung ke Bumi Lancang Kuning lima hari kemudian.

Mashud mengatakan, surat dibawa Cecep merupakan usulan revisi SK kedua diteken Annas Maamun. Sebelumnya, dia sudah menerima surat serupa pada 12 Agustus.

“Waktu pagi menghadap, saya lihat dia juga membawa petanya karena suratnya terbuka. Tapi saya tidak melihat peta itu menggambarkan lokasi-lokasi lahan yang diusulkan. Kan mestinya di peta lahan direvisi itu diarsir. Saya bilang, ‘ini usulan kok begini?’ Akhirnya dia bawa pulang,” kata Mashud.

Mashud menyatakan, pada sore hari sama Cecep kembali mendatanginya. Tetapi dia menolak menerima surat itu karena ditujukan buat Zulkifli.

“Saya bilang surat ini untuk pak Menteri, bukan buat saya. Saya tolak. Saya minta dia ajukan melalui loket pelayanan terpadu di depan,” ujar Mashud.

Menurut Mashud, mestinya, sesuai aturan SK 673 sudah tidak bisa diutak-atik lagi. Kecuali revisi hanya menyangkut lahan sudah dinilai dan disusun tim terpadu dan bukan usulan baru. Tetapi menurut dia, Annas mengajukan lahan baru yang ternyata dikuasai perusahaan sebagai Hutan Tanaman Industri.

“Dalam perjalanannya kami minta apakah ada persetujuan dari perusahaan. Tapi tidak pernah diberikan,” sambung Mashud.

Sementara menurut Bambang, sesuai Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 pasal 15, proses pengukuhan sebuah kawasan dimulai dari tiga proses. Yakni penunjukan, tata batas, dan terakhir penetapan.

Namun, lanjut Bambang, proses itu berubah dengan adanya Undang-Undang nomor 26 tahun 2007. Yakni proses pengubahan kawasan mesti didahului oleh publikasi (announcement) oleh sebuah daerah bila memang diperlukan.

“Sehingga perubahan kawasan itu gambarnya masih arsir-arsir, belum kawasan. Ini merupakan persiapan menuju penunjukkan kawasan hutan,” ujar Bambang.

Sumber: http://www.merdeka.com/peristiwa/surat-revisi-sk-673-dari-annas-maamun-ternyata-tidak-lengkap.html