Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto menegaskan, penataan ruang yang masih amburadul merupakan fenomena yang mesti dipecahkan bersama. Menteri PU menunjuk lemahnya pengendalian (pengawasan) dalam penyelenggaraan penataan ruang sebagai faktor penyebab utama buruknya tata ruang saat ini. Dampak dari semua itu, banyak sektor-sektor unggulan dan infrastruktur yang mestinya bisa dikembangkan menjadi terhambat. Pernyataan tersebut diungkapkan Menteri PU saat membuka Seminar dan Lokakarya Penataan Ruang bertema “Keterpaduan Tata Ruang Nusantara Sebagai Basis Pembangunan Nasional†Rabu (13/9) di Jakarta.Â
Dijelaskan, dari siklus penataan ruang yang terdiri dari perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian, segmen pengendalian yang sulit di-implementasikan. Pasalnya, belum ada sanksi tegas dimuat dalam UU No.24/1992 Penataan Ruang. Terkait dengan masalah itu, Djoko berharap adanya UU baru nantinya penataan ruang akan menjadi lebih baik. Dicontohkan adanya situ yang berubah jadi kawasan industri. Kawasan resapan air jadi permukiman, sawah irigasi teknis jadi kawasan niaga, menunjukkan amburadulnya penataan ruang.
“Kota-kota kita tidak punya ruang publik untuk aktivitas communal. Tidak ada ruang terbuka hijau kalau ada pun terbatas,†tegasnya, Aspek-aspek pengendlian, mekanisme insentif dan disinsentif serta sanksi denda dan pidana akan diatur dalam RUU Penataan Ruang. Dia berharap RUU yang tengah dibahas akan menghasilkan UU yang efektif dan bisa dijadikan acuan RTRWN, RTR provinsi dan kabupaten kota, tambah Djoko Kirmanto.
Diakui, keberadaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang dinilai telah mulai menyadarkan masyarakat tentang pentingnya penataan ruang dalam pelaksanaan pembangunan. Namun demikian, dalam implementasinya penataan ruang selalu dihadapi berbagai kendala seperti bencana alam, terbatasnya kawasan metropolitan dan perkotaan untuk menampung arus urbanisasi, lemahnya pengawasan serta belum adanya sanksi hukum.
Menurutnya, dampak dari terbatasnya lahan di perkotaan telah menciptakan kemacetan, permukiman kumuh, ruang publik dan ruang terbuka hijau semakin berkurang. Begitu pula pelanggaran aturan tata ruang seperti kawasan hutan lindung berubah fungsi ikut mendorong timbulnya bencana alam (gempa, banjir dan longsor) yang merusak berbagai infrastruktur yang telah dibangun pemerintah.
Djoko menilai lemahnya pengawan dan tidak adanya sanksi dalam UU No.24/1992 menjadi sebab mengapa aturan penataan ruang belum sepenuhnya dapat ter-implementasi. Atas dasar itu maka UU tersebut harus diamandemen dengan harapan pemanfaatan potensi ruang (darat, laut, udara) dapat lebh maksimal sekaligus peningkatan daya saing nasional .
Menteri PU menegaskan, dalam menyusun RUU Penataan Ruang Pemerintah telah melakukan berbagai kajian dan menggali aspirasi dari para pemangku kepentingan dari seluruh kalangan masyarakat. Adapun muatan pokok RUU berikut perencanaan pelaksanaannya adalah :
Pertama, penataan ruang ditekankan pada menterpadukan pembangunan lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan, dengan mempertimbangkan keseimbangan aspek ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan hidup. Kedua, diatur ruang yang boleh atau tidak boleh dibangun atau boleh dibangun tapi dibatasi. Sejalan dengan ini maka pemerintah akan memberikan insentif pada kawasan yang pengembangannya didorong dan disinsetif pada kawasan yang pengembangannya dibatasi.
Ketiga, pembagian fungsi yang jelas dan aturan hak dan kewajiban masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang. Keempat, klasifikasi produk perencanaan berupa rencana tata ruang yang bersifat umum dan rencana tata ruang yang bersifat detail yang dilengkapi dengan peraturan zonasi sebagai piranti perizinan. Kelima, penegasan pengaturan struktur perkotaan mulai pusat kota, sub pusat kota, sampai dengan unit lingkungan permukiman terkecil yang memiliki fungsi yang jelas. Keenam, pengaturan pengenaan sanksi bagi pelanggar dan pemberi izin penyelenggaraan tata ruang.
Artinya, jelas Djoko ketersedian minimal ruang publik dan terbuka hijau, penyediaan bagi pejalan kaki, ruang untuk sektor informal, dan untuk pusat kota telah diatur dalam RUU Penataan Ruang yang kini masih digodok Tim Teknis dari DPR-RI. Dia mencontohkan, beberapa ilustrasi masukan baru bagi penyempurnaan RUU Penataan Ruang antara lain pengenaan sanksi pidana dan pembentukan dewan pengawas penataan ruang, serta masuknya muatan penataan ruang lautan, dan udara.
Akhir sambutannya, Menteri PU berharap UU Penataan Ruang dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat ditetapkan. Terkait dengan itu Djoko Kirmanto meminta kepada peserta agar dapat menghimpun berbagai masukan bagi penyempurnaan RUU Penataan Ruang yang saat ini sedang di bahas Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat. (Sony)
Pusat Komunikasi Publik
140906