Lombok –Â Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya mengatakan, masalah tumpang tindih perizinan lahan untuk industri dan hutan konservasi diakibatkan oleh perbedaan rencana tata ruang di wilayah daerah dengan pusat.
Demikian disampaikan Balthassar dalam acara pertemuan kelompoik kerja audit lingkungan Organisasi BPK Sedunia (Intosai WGEA) di Lombok, NTB, hari ini.
“Banyak sekali daerah-daerah yang belum memiliki tata ruang yang jelas. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mewajibkan pemda melakukan kajian lingkungan strategis dan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal),” kata dia.
Pemerintah sudah mensyaratkan pemilik izin usaha pertambangan (IUP) untuk mendapatkan status clean and clear (memenuhi syarat izin menambang dan membayar pajak) sebelum melakukan kegiatan pertambangan.
KLH menambahkan satu syarat lagi, yaitu green atau memenuhi kriteria ramah lingkungan.
“Di Kalimantan Selatan ada 1000 lebih izin pertambangan (clean and clear) tapi cuma 300 yang memenuhi syarat green,” kata dia.
Untuk meningkatkan keberlangsungan lingkungan, Balthasar mengatakan kesadaran masyarakat mengenai peraturan lingkungan perlu ditingkatkan.
“Aturan ada tapi masyarakat masih suka bandel,” pungkasnya.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyorot masalah tumpang tindih perizinan antara hutan konservasi, hutan industri, dan pertambangan sebagai kontribusi negatif Indonesia terhadap pemanasan global dan perubahan iklim.
Berdasarkan audit lingkungan yang dilakukan BPK, laju deforestasi Indonesia sangat tinggi. Alih fungsi lahan pertanian mencapai 120.000 hektar tiap tahun. Sementara, deforestasi hutan sekitar 1,2 juta hektar tiap tahun.
Penulis: Faisal Maliki Baskoro/FER
Sumber:Â http://www.beritasatu.com/lingkungan/175655-tumpang-tindih-iup-terjadi-akibat-perbedaan-tata-ruang-daerahpusat.html